Jumat, 26 Februari 2010

pestisida nabati atau organik

MACAM MACAM PESTISIDA NABATI DAN CARA PEMBUATANNYA BESERTA CARA APLIKASINYA
Jenis jenis hama dapat bergerak, terbang dan dapat berpindah pindah seperti hama belalang atau walang sangit, cukup sulit untuk ditanggulangi, dibandingkan dengan hama yang relative lambat pergerakannya seperti ulat. Akhir akhir ini sering dijumpai beberapa petani banyak yang mulai melakukan pembasmian hama hama tersebut dengan pestisida nabati atau organic, karena penggunaan pestisida kimiawi yang dianggap dapat mengurangi mutu hasil panen. Beberapa contoh pestisida nabati berikut dapat digunakan sebagai pengendalian hama belalang, walang sangit, wereng kutu, ulat, aphid dan thrips pada tanaman holtikultura dan tanaman lain
 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama secara umum (segala jenis hama)

Bahan pembuatan
• Daun mimmba (8 kg)
• Lengkuas / laos (6 kg)
• Serai (6 kg)
• Deterjen (20 kg)
• Air 20 liter
Cara membuatnya : daun mimba, serai dan lengkuas/laos dihaluskan atau dapat menggunakan blender. Setelah halus seluruh bahan diaduk merata dengan 20 liter air lalu dilakukan perendaman selama kurang lebeh 24 jam. Setelah direndam dilakukan penyaringan atau dapat menggunakan kain lalu diperas.
Cara aplikasi : Air hasil penyaringan tadi dicampurkan kedalam 60 liter air, pengaplikasian dilakukan dengan cara menyemprotkan cairan tersebut pada tanaman yang akan dilakukan pencegahan atau dilindungi







 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama wereng
Bahan pembuatan
• Daun sirsak (nongko londo) 20 lembar
• Bawang putting 20 siung
• Deterjen 20 gram
• Air 20 liter
• Jeringau (1 rimpang)
Cara pembuatan : daun sirsak, jeringau dan bawang putih dihaluskan atau diblender. Keseluruhan yang telah dihaluskan dicampur dengan deterjen kemudian direndam kedalam 20 liter air selama kurang lebih 2 hari. Setelah direndam selama 2 hari bahan disaring dan diambil airnya.
Cara aplikasi: setiap 1liter air hasil penyaringan dapat dilarutkan dengan 10 liter air dan pengplikasian dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan cairan pada tanaman yang terserang hama wereng. Pengplikasian dilakukan mulai dari pangkal sampai ujung tanaman.

 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama thrips pada cabai
Bahan pembuatan
• Daun sirsak (nongko londo) 70-80 lembar
• Deterjen 15 gram
• Air 5 liter
Cara pembuatan: daun sirsak dihaluskan atau diblender. Kemudian dicampur dengan 5liter air yang telah diampur dengan deterjen dan diendapkan selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman selama kurang lebih 24jam rendaman tadi dilakukan penyaringan dengan kain halus dan diperas sampai keluar airnya (diambil airnya dan dibuang ampasnya).
Cara pengaplikasian: setiap 1liter air hasil perasan dapat dicampur dengan 10liter air, pengaplikasian dapan dilakukan dengan cara menyemprotkan cairan pestisida ini pada seluruh bagian tanaman khusunya pada bagian yang terserang.




 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama belalang dan ulat
Bahan pembuatan
• Daun sirsak atau nongko londo 50-50 lembar
• Daun tembakau (yang sudah dirajang) 1 genggam/ 100 gram
• Deterjen 20 gram
• Air 20 liter
Cara pembuatan: daun sirsak dan daun tembakau dihaluskan. Kemudian dicampur dengan deterjen dan diaduk kedalam 20 liter air lalu direndam selama kurang lebih 24jam. Setelah itu disaring dan diambil airnya.
Cara aplikasi: seluruh air hasil perasan atau saringan tadi dilarutkan kedalam 50 liter air, dan disemprotkan pada tanaman yang tersserang atau langsung pada hama yang menyerang tanaman.
 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama wereng, pengerek batang dan nematode
Bahan pembuatan
• Biji mimba 50gram
• Alcohol 10cc
• Air 1liter
Cara pembuatan: biji mimba dihaluskan dan diaduk dengan 10cc alcohol lalu diencerkan dengan 1liter air. Kemudian dilakukan perendaman selama 1malam.
Cara aplikasi: pengaplikasian dapat dilakukan dengan menyemprotkan cairan pada tanaman yang tersereang hama atau dapat juga langsung disemprotkan pada hamanya. Kurang lebih 2-3 hari kemudian hama akan mati.








 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama pada bawang merah
Ada beberapa ramuan pestisida nabati yang dapat mengendalikan hama pada bawang merah diantaranya:
Racikan 1
Bahan
• Daun mimba 1kg
• Deterjen 25gram
• Umbi gadung (gadung masih beracun) 4 kg
• Air 20liter
Cara pembuatan: daun mimba dan umbi gadung (gadung beracun) dihaluskan. Setelah itu diaduk kedalam 20 liter air yang telah dicampur dengan deterjen. Setelah itu dilakukan pengendapan selama semalam. Setelah diendapkan ramuan disaring atau diperas dengan kain halus dan diambil airnya.
Cara aplikasi: cairan hasil penyaringan langsung disemprotkan pada tanaman yang terserang.
Racikan 2
Bahan
• Daun tembakau 200 kg
Cara pembuatan: limbah daun tembakau dihaluskan atau dihaluskan dengan mesin.
Cara aplikasi: daun tembakau yang telah dihaluskan ditaburkan pada saat pemupukan sebanyak 200kg per Ha.
 Pestisida nabati untuk mengendalikan hama Moluska
Bahan
• Akar tuba 10 gram
• Daun sembung 20 gram
• Deterjen 1gram
• Air 1 liter
Cara pembuatan: akar tuba dan daun sembung dihaluskan dan diaduk merata kedalam 1liter air. Tambahkan 1gram deterjen. Larutan drendam selama 1 malam. Kemudian dilakukan penyaringan atau disaring dengan kain halus dan diperas diambil cairannya.
Cara pengaplikasian: semprotkan cairan hasil rendaman yang telah disaring pada lahan yang terdapat keong mas/bekicot.
 Rodentisida Nabati (Pestisida Nabati Pengendali Tikus)
Bahan
• Umbi gadung yang masih beracun 1Kg
• Dedak (dedek) 10kg
• Tepung ikan 100 gram
• Kemiri 3-5 butir atau secukupnya
• Air secukupnya
Cara pembuatan: umbi gadung dihaluskan. Semua bahan dicampur diaduk merata dan di cetak dalam bentuk pellet yang kering.
Aplikasi: pellet pellet yang telah mongering ditebarkan pada sarang tikus agar dimakan.

PESTISIDA NABATI SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT
 Peatisida Nabati Sebagai Pengendali Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur, Bakteri Dan Nematoda
Racikan 1
Bahan
• Daun tembakau (limbah atau sisa) 200kg
Cara pembuatan: limbah daun tembakau dihaluskan atau dihaluskan dengan mesin.
Cara aplikasi: benamkan 200kg daun tembakau yang telah halus setiap 1 Ha lahan, benamkan disekitar tanaman atau benamkan pada saat pemupukan atau bersama dengan pupuk.
Racikan 2
Bahan
• Biji mimba 20gram
• Daun mimba 50gram
• Deterjen 1cc
• Air 1liter
Cara pembuatan: haluskan biji dan daun mimba. Setelah halus campurkan dengan 1liter air kemudian tambahkan 1cc deterjen cair. Larutan direndam selama 24jam kemudian dilakukan penyaringan atau diperas dengan kain halus.
Cara aplikasi: semprotkan cairan pada tanaman yang terserang penyakit. Ampas hasil saringan dari daun dan biji mimba dapat dijadikan pupuk organic pada tanaman.

 Peatisida Nabati Sebagai Pengendali Jamur Fusarium Oxysporum Penyakit Penyebab Busuk Batang (Pada Tanaman Vanili)
Bahan
• Daun cengkeh 50 -100 gram
Cara pembuatan: daun cengkih dihaluskan sampai menjadi tepung
Aplikasi: taburkan atau benamkan serbuk atu tepung daun cengkih kedalam tanah disekitar tanaman vanili sebanyak 50 -100 gram per tanaman.

 Peatisida Nabati Sebagai Pengendali Hama Pada tanaman (ulat, manyang, lalat dll)
Bahan
• Daun tembakau yang sudah dirajang 500gram
• Daun papaya 1lembar
• Serai 50gram
• Kapur barus 5 butir
• Air 2liter
Cara pembuatan: tumbuk halus daun tembakau, daun papaya, serai dan kapur barus. Kemudian aduk merata kedalam 2liter air. Kemudian lakukan perendaman selam 2-3 hari. Dan dilakukan penyaringan atau diperas dengan kain halus dan diambil cairannya
Cara aplikasi: setiap 100 ml cairan hasil perendaman tadi dapat dicampur dengan 1liter air. Pengaplikasian dilakukan dengan cara menyemprotkan pada seluruh tanaman atau bagian tanaman yang terserang atau langsung pada hamanya.








*sumber: Buku Pestisida nabati ramuan dan aplikasi karya Ir. Agus Kardinan, M.Sc

alellopati gulma

Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia (Rohman dan I wayan Sumberartha, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan.

Dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati. Anonim (tanpa tahun) menjelaskan lebih lanjut proses-proses tersebut melalui penjelasan berikut ini.

Penguapan
Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar.
Eksudat akar
Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat.
Pencucian
Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.
Pembusukan organ tumbuhan
Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.
Selain melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah (Anonim, Tanpa tahun).
Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan pembelahan sel,pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Lebih lanjut, Anonim (tanpa tahun) menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut:
Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan.
Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan.
Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar.
Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.
Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan.
Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.
Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Anonim, tanpa tahun). Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4).





Alelopati – Interaksi antarpopulasi
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa atau antibiotisme. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Mekanisme Alelopati
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan, antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.
Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini.
Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
Daftar pustaka
Einhellig FA. 1995a. Allelopathy: Current status and future goals. Dalam Inderjit, Dakhsini KMM, Einhellig FA (Eds). Allelopathy. Organism, Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society. Hal. 1 – 24.
Rice EL. 1984. Allelopathy. Second Edition. Orlando FL: Academic Press.

laporan praktikum gulma


LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU GULMA TANAMAN
”IDENTIFIKASI GULMA”






Disusun oleh:
Eko Purnomo
A3208165





PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2009



DATA HASIL PENGAMATAN

1. Nama latin : cynodon dacytlon
Nama daerah : suket grinnting
Golongan : rumput
Morfologi daun : berbentuk pita, meruncing
Morfologi batang : berbentuk silindris
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga :
2.Nama latin : Blumeria lacera (burm.f)
Nama daerah :
Golongan : daun lebar
Morfologi daun : daun lebar bergerigi,
berwarna hijau
Morfologi batang : berbentuk silindris (bulat),.
Morfologi akar : akar berbentuk serabut.
Morfologi bunga : bunga berbentk seperti
tabung yang memiliki bulu bulu halus




3. Nama latin : Oxalis Corniculata L
Nama daerah : semanggi gunung
Golongan : daun lebar
Morfologi daun : berbentuk hati terbalik, ujung terbelah, pertulangan daun semi menjari
Morfologi batang : silindris, merupakan stolon
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga : -
4.Nama latin : Cyperus Kyllingia
Nama daerah : teki badot, udel-udelan, teki pendul
Golongan : teki
Morfologi daun : berbentuk pita, pertulangan daun sejajar, permukaan licin
Morfologi batang : batang berbentuk segitiga
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga : berkarang yang dilindungi tiga dun pelindung

5. Nama latin : phylamitus debilis
Nama daerah : meniran
MGolongan : daun lebar
orfologi daun : pertulangan daun menjari,
Morfologi batang : batang berbentuk silindris, tegak
Morfologi akar : serabut
Morfologi bunga : bunga berwarna merah



6. Nama latin : Eleusine Indica L.
Nama daerah : belulang
Golongan : rumput
Morfologi daun : berbentuk pita, pertulangan sejajar, ujung lancip
Morfologi batang : berbentuk pipih
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga : berbentuk bulir
7. Nama latin : Digitaria langifora
Nama daerah : kakawatan
Golongan : rumput
Morfologi daun : berbentuk seperti pita, pertulangan sejajar,
ujung lancip, permukaan daun agak halus
Morfologi batang : beerbentuk silindris, berongga, merupakan
stolon
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga : berbentuk bulir

Nama latin :Bryopteris Pteroides
Nama daerah : Paku pakuan
Golongan : Daun lebar
Morfologi daun : daun memanjang dan bergerigi
Morfologi batang : berbentuk sitlindris berwarna hijau kecoklatan
Morfologi akar : akar serabut
Morfologi bunga :--





9. Nama latin : Imperata Cilindrica
Nama daerah : Alang-alang, ilalang
Golongan : rumput
Morfologi daun : berbentuk pita, pertulangan sejajar, ujung lancip
Morfologi batang : berbentuk pipih
Morfologi akar : merupakan akar serabut
Morfologi bunga : -


morfologi melati

Melati (Jasminum spp.)

Melati (Jasminum spp.) adalah suatu jenis tanaman merambat dengan bunga berbentuk seperti terompet dan harum. Dalam klasifikasi tumbuhan, melati dimasukkan dalam marga Jasminum, suku Oleaceae dan bangsa Oleales. Klasifikasi secara lengkap tanaman melati adalah sebagai belikut :

Klasifikasi
Divisi:Spermatophyta
Anak Divisi: Angiospermae
Kelas: Dicotyledonae
Anak Kelas: Sympetalae
Bangsa: Oleales (Ligustrales)
Suku/famili: Oleaceae
Marga: Jasminum
Jenis: Jasminum spp.

Asal tanaman : India
Melati adalah tanaman perdu tahunan, tegak atau merambat. Tanaman ini dapat dipakai baik sebagai tanaman hias pot, pengisi halaman rumah maupun dibudidayakan sebagai perkebunan khusus. Tanaman melati bisa tumbuh dari mulai dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah dan iklim adalah hampir sama untuk semua jenis melati. Tipe tanah yang dibutuhkan untuk budidaya melati secara komersial adalah remah, porous, tidak mudah tergenang dan mempunyai pH tanah 6-7, berpasir dan kaya akan bahan organik. Bunga melati akan tumbuh baik bila daerahnya panas, cukup kering dan terkena sinar matahari penuh (Pizzetti dan Cocker, 1968). Pada Lampiran 2 dapat diketahui iklim, daerah asal dan informasi penting lainnya dari spesies-spesies melati yang sudah dibudidayakan.
Nenek moyang melati berasal dari India (Chittenden. 1951 Gupta dan Chandra, 1957). Kemudian menyebar antara lain ke Malaysia, Filipina, Indocina dan Indonesia. Kepopuleran melati terus merambah ke seluruh penjuru dunia, di antaranya di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin, Benua Eropa dan Jazirah Arab.
Jumlah spesies dari marga Jasminum semula dilaporkan sebanyak 200 spesies (Pizetti dan Cocker, 1968), namun pada tahun 1988 telah dilaporkan sebanyak 300 spesies (Jones dan Gray, 1988) dan jumlah spesies yang telah dibudidayakan sebanyak 47 spesies.
Spesies-spesies yang telah dibudidayakan dari berbagai sumber pustaka disajikan pada Lampiran 1.
Di Indonesia menurut Heyne (1987) melati merupakan tanaman asli penghuni kepulauan Nusantara. Terbukti di daerah dikenal nama lokal untuk melati misalnya dinamakan Malate (Madura), Menuh (Bali), Menur, Mlati (Jawa), Manduru (Menado), Manyora (Timor), Selupan (Melayu), Mundu (Bima Sumbawa), Elung (Bugis), Melur (Batak Karo), Menlu Cina (Aceh) , Malati (Sunda), Bunga Moputi (Gorontalo), Bunga Baluru (Ujung Pandang), Saya Manuru (Ternate).

Tiga spesies yang mempunyai nilai industri untuk tujuan pembuatan parfum di India ialah J. sambac, J. Auriculatum dan J. grandiflorum (Gupta dan Chandra, 1957). Sedangkan di Indonesia 3 spesies melati yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah J. sambac Maid of Orleans ( J. sambac Ait), J. sambac Grand Duke of Tuscany dan J. officina!e. J. sambac Maid of Orleans atau J. sambac Ait adalah spesies melati yang sangat populer dan telah dinobatkan sebagai “Puspa Bangsa” serta banyak digunakan pada berbagai macam kesempatan dan keanekaragaman manfaat terutama untuk pewangi teh dan rangkaian bunga. J. sambac Maid of Orleans/J. sambac Ait atau Arabian Jasmine. berasal dari India (Chittenden, 1956; Bailey, 1947; Pizzetti dan Cocker, 1968) atau dari kepulauan Asia dan Srilangka (Backer dan Bakhuizen, 1965). Selain Jasminum sambac, melati yang banyak dipakai sebagai pewangi teh adalah Jasminum officinale yang berasal cari kepulauan Asia (Backer dan Bakhuizen, 1965), Jawa (Backer dan Bakhuizen, 1965), India (Bailey, 1960), Iran (Pizzetti dan Cocker, 1968), Kaukasia sampai China (Everet, 1960), dan Himalaya (Chittenden, 1956). Sedangkan melati yang dapat dikembangkan sebagai bunga potong dan taman adalah Jasminum sambac Grand Duke of Tuscany disebut Gardenia Jasmine (Craft, 1992), melati susun wangi dan melati Bangkok yang kemungkinan berasal dari Bangkok.

MORFOLOGI
Melati merupakan tanaman hias yang menjadi lambang pesona bunga Indonesia, berbunga putih mungil dengan aroma khas yang memberi kesan romantis. Mahkota bunga bervariasi dari tunggal hingga yang bersusun seperti bunga mawar kecil. Warna bunga umumnya putih, namun beberapa spesies ada yang berwarna kuning (J. bignoniaceum, J. fruticans, J. humile, J.humile revolutum, J. mesnyi, J. nudiflorum, J. primulinum), merah atau pink seperti J. besianum, Forest and Diels, maupun waktu kuncup pink atau merah muda, namun sesudah mekar berwarna putih seperti pada J. grandiflorum, Linn. Melati yang sudah banyak dikenal di Indonesia ada 3 jenis yang mempunyai potensi untuk dikembangkan yaitu J. sambac Maid of Orieans, J. sambac Grand Duke of Tuscany dan J. officinale. J. sambac Grand Duke of Tuscany. Seperti halnya Maid of Orleans namun mempunyai mahkota bunga yang bertumpuk, dengan sosok bunga yang besar, berwarna putih bersih dengan keharuman lebih tajam dibandingkan J. sambac Maid of Orleans. Daunnya berhadap­hadapan, umumnya lebih dari 2 daun dan berkisar 3 – 5 daun.
J. officinale, Linn (Melati Gambir). Disebut juga Poet’s jasmine, Free flowering jasmine, White, Sweet atau Common jasmine. Tanamannya tumbuh agak merambat berupa perdu, batangnya lemah dibandingkan J. sambac Maid of Orleans. Daunnya sempit dan kecil, majemuk bersirip ganjil, bertekstur halus dan berwama hijau terang. Bunganya kecil memanjang dengan warna merah tua atau merah gambir pada waktu kuncup dan menjadi putih sesudah mekar. Bunganya dipetik untuk bahan pewangi teh.

LINGKUNGAN TUMBUH
Melati adalah tanaman perdu tahunan, tegak atau merambat. Tanaman ini dapat dipakai baik sebagai tanaman hias pot, pengisi halaman rumah maupun dibudidayakan sebagai perkebunan khusus. Tanaman melati bisa tumbuh dari mulai dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah dan iklim adalah hampir sama untuk semua jenis melati. Tipe tanah yang dibutuhkan untuk budidaya melati secara komersial adalah remah, porous, tidak mudah tergenang dan mempunyai pH tanah 6-7, berpasir dan kaya akan bahan organik. Bunga melati akan tumbuh baik bila daerahnya panas, cukup kering dan terkena sinar matahari penuh (Pizzetti dan Cocker, 1968). Pada Lampiran 2 dapat diketahui iklim, daerah asal dan informasi penting lainnya dari spesies-spesies melati yang sudah dibudidayakan.
Jasminum sambac Maid of Orleans adalah jenis yang banyak dibudidayakan dan bernilai ekonomis tinggi, bila ditanam di daerah pantai yang panas akan menghasilkan bunga banyak sekali. Curah hujan yang diper1ukan rata-rata 5 – 6 bulan/tahun. Tanaman melati yang tumbuh sehat atau normal, maka pada umur 10-11 bulan bunganya sudah mulai dapat dipanen. Akan tetapi pada panen pertama hasil bunganya sedikit dan hasil bunga maksimal dicapai setelah tanaman berumur 15-18 bulan (Luqman, 1991). Melati membutuhkan pengairan sabelum dan selama periode berbunga dan panen dilakukan setiap pagi hari dipetik bunga yang masih kuncup. Spesies melati ini membutuhkan iklim tropis dan toleran terhadap curah hujan tinggi. Hujan pada musim panas menginduksi pembungaan pada tingkat kuantitas berbunga yang tinggi (Pizzeti dan Cocker, 1968).
Jasminum sambac Grand Duke of Tuscany. Spesies ini cocok ditanam di dataran rendah dengan penyinaran matahari penuh dan suhu 27-320 C. Di dataran tinggi pertumbuhan dan bunganya kurang bagus. Tanah gembur, subur, kaya akan bahan organik diperlukan untuk spesies ini agar dapat tumbuh optimal. Penanaman melati dalam pot dapat menggunakan media organik dengan pemupukan yang intensif agar tanaman bisa berbunga terus menerus.
Jasminum officinale. Melati ini tumbuh baik pada tanah lempung berpasir atau daerah pantai hingga ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Bunga muncul terus menerus mulai bulan Mei sampai Oktober dengan periode pembungaan maksimum pada bulan Mei-Juni (Pizzeti dan Cocker, 1968).

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese

Nama : Eko Purnomo
NIM : A3208165
Prodi : PTP
Tugas : Contoh Tanaman termasuk Gymnospermae

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese

A. Penyebaran
Satu-satunya pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan katulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra), dan Filipina (P. Luzon dan Mindoro). Tersebar 23OLU-2OLS. Di Pulau Hainan (China) diperkirakan hasil penanaman. Di Jawa dan Sulawesi Selatan (Indonesia) juga merupakan hasil penanaman.

B. Habitus
Pinus merkusii dengan nama daerah tusam banyak dijumpai tumbuh di
belahan bumi bagian selatan. Pohon bertajuk lebat, berbentuk kerucut mempunyai perakaran cukup dalam dan kuat. Walaupun jenis ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat, bahkan mendekati 0 meter di atas permukaan air laut, dengan tempat tumbuh yang terbaik pada ketinggian tempat antara 400 – 1500 m dpl, pada tipe iklim A dan B. Menurut Schmidt –Ferguson, pada curah hujan sekurang-kurangnya 2000 mm/tahun tanpa dengan jumlah bulan kering 0 – 3 bulan.
Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai tipe jenis tanah dengan lapisan tanah yang
tebal/dalam, pH tanah asam dan mengendaki tekstur tanah ringansampai sedang.
Manfaat jenis pohon ini cukup banyak. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunanringan, peti, korek api, bahan baku kertas dan vinir/kayu lapis. Pada umur 10 tahun, pohon sudah dapat disadap getahnya. Dari getah Pinus dapat dibuat gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan dalam industri batiksedang terpentin digunakan sebagai pelarut minyak cat dan lak.


C. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman pinus terdiri dari:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Gymnospermae
Class : Dycotyledonae
Ordo : Pinales
Family : Pinaceae
Genus : Pinus
Sub Genus : Pinus
Species : P. merkusii. Jungh. Et de Vriese

D. Morfologi Pinus merkusii
Pohon pinus besar, batang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang
16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili, panjang 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk. Strobili betina banyak terdapat di sepertiga bagian atas tajuk terutama di ujung dahan.
E. Deskripsi Buah dan Benih
Buah: Berbentuk kerucut, silindris, panjang 5-10 cm, lebar 2-4 cm. Lebar setelah terbuka lebih dari 10 cm.
Benih: Bersayap, dihasilkan dari dasar setiap sisik buah. Setiap sisik menghasilkan 2 benih. Panjang sayap 22-30 mm, lebar 5-8 mm. Sayap melekat pada benih dengan penjepit yang berhubungan dengan jaringan higroskopis di dasar sayap, sehingga benih tetap melekat saat disebar angin selama sayap kering, tetapi segera lepas bila kelembaban
benih meningkat. Umumnya terdapat 35-40 benih per kerucut dan 50.000-60.000 benih per kg.
F. Pembungaan dan Pembuahan Pinus merkusii
Strobili jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak pembungaan di Indonesia Maret dan berakhir Juni. Penyerbukan oleh angin. Perkembangan menjadi buah selama 11-15 bulan. Di Indonesia puncak pembuahan bulan Mei-Juli, bervariasi menurut pohon maupun antar tegakan. Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10-15 tahun. Benih disebarkan angin.

Gambar: Tegakan Pinus merkusii di Blangkajeren
G. Sumber
Penulis: Jajat Hidayat dan Cristian P. Hansen, IFSP
Indonesia Forest Seed Project
T. H. R. Ir. H. Juanda, Dago Pakar
Bandung 40198
P.O. Box 6919 Bandung 40135
Indonesia
E-mail: ifsp@indo.net.id


morfologi tanaman terong



TERONG (Solanum melongenaL.)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Daerah asal: Terung asal srilanka dan india


Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Upakelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : S. melongena



Terong atau terung ialah tumbuhan yang tergolong dalam keluarga Solanaceae dan genus Solanum. Ia merupakan tumbuhan asli India dan Sri Lanka, dan berhubungan erat dengan tomat dan kentang. Buahnya biasa digunakan sebagai sayur untuk masakan. Nama botaninya Solanum melongena.
Terong ialah tumbuhan hijau yang sering ditanam secara tahunan. Tanaman ini tumbuh hingga 40-150 cm (16-57 inci) tingginya. Daunnya besar, dengan lobus yang kasar. Ukurannya 10-20 cm (4-8 inci) panjangnya dan 5-10 cm (2-4 inci) lebarnya. Jenis-jenis setengah liar lebih besar dan tumbuh hingga setinggi 225 cm (7 kaki), dengan daun yang melebihi 30 cm (12 inci) dan 15 cm (6 inci) panjangnya. Batangnya biasanya berduri. Warna bunganya antara putih hingga ungu, dengan mahkota yang memiliki lima lobus. Benang sarinya berwarna kuning. Buah tepung berisi, dengan diameter yang kurang dari 3 cm untuk yang liar, dan lebih besar lagi untuk jenis yang ditanam.
Dari segi botani, buah yang dikelaskan sebagai beri mengandung banyak biji yang kecil dan lembut. Biji itu boleh dimakan tetapi rasanya pahit karena mengandung alkaloid nikotin. Ini tidaklah mengherankan karena terong adalah saudara dekat tembakau.
Daftar isi
Terong ialah tumbuhan pangan yang ditanam untuk buahnya. Ukuran buah terung berbeda-beda antara kecil hingga besar, bergantung kepada budidayanya. Buah tersebut mempunyai berbagai warna, terutama ungu, hijau, dan putih. Terong ialah tumbuhan asli India.[1][2] Terong ditanam di bagian selatan dan timur Asia sejak zaman prasejarah tetapi dikenal di dunia Barat tidak lebih awal dari sekitar tahun 1500. Catatan tertulis yang pertama tentang terong dijumpai dalam Qí mín yào shù, sebuah karya pertanian Tiongkok kuno yang disiapkan pada tahun 544.[3] Banyaknya nama bahasa Arab dan Afrika Utara untuk terong serta kurangnya nama Yunani dan Romawi menunjukkan bahwa pohon ini dibawa masuk ke dunia Barat melewati kawasan Laut Tengah oleh bangsa Arab pada awal Abad Pertengahan. Nama ilmiahnya, Solanum melongena, berasal dari istilah Arab abad ke-16 untuk sejenis pohon terong.
Karena hubungan terong terhadap keluarga Solanaceae, pernah buah terong dianggap beracun. Sedangkan buah terong boleh dimakan tanpa dampak buruk apapun oleh kebanyakan orang, untuk sebagian orang yang lain, memakan buah terong (serupa dengan memakan buah terkait seperti tomat, kentang, dan merica hijau atau lada) bisa berpengaruh pada kesehatan. Sebagian buah terong agak pahit dan mengiritasi garis perut serta mengakibatkan gastritis. Karena itulah, sebagian sumber, khususnya dari kalangan kesehatan alami, mengatakan bahwa terong dan genus terkait dapat mengakibatkan atau memperburuk artritis dengan kentara dan justru itu, harus dijauhi oleh mereka yang peka.
Manfaat terong adalah terong dapat dijadikan sebagai sayuran untuk dikonsumsi oleh manusia.

Gambar bunga terong

morfologi jarak pagar

Morfologi Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar meerupakan salah satu tanaman potensial penghasil biodiesel. Selama ini, tanaman jarak pagar hanya ditanam sebagai pagar belum dimanfaatkan dan dibudidayakan seacara khusus. Jarak pagar dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/tahun. Akan tetapi, tanaman jarak pagar juga dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 300 -380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 200 - 260 C. pada daerah dengan suhu yang tinggi (diatas 350 C) atau terlalu rendah (dibawah 150 C) akan menghambat pertumbuhan dan mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Selain itu jarak pagar juga dapat beradatpasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5,0 – 6,5.
Tanaman jarak pagar tegolong dalam famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu.. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 – 7 meter, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan akan mengeluarkan getah bila terluka. Bagian bagian yang terdapat pada tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:

1. Daun
Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau5. daun tersebar di sepanjang batang. Permukaan tas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah lebih pucat daripada bagian atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5 -15 cm . helai daun menjari dengan jumlah 5 – 7 tulang daun utama. Edaunnya dihubungkan dengan tangkai daun. Panjang tangkai daun antara 4 – 15 cm.
2. Batang
Batang jarak pagar berkayu, silindris, dan akan mengeluarkan getah bila terluka. Dan bercabang tidak teratur. Batang berwarna hijau kecoklatan


.



3. Bunga
Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, serta putik dan benang sari berada dalam satu tanaman. Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam satu rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunganya mempunyai lima kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang lebih 4 mm. benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Bunganya mempunyai lima mahkota berwarna keunguan. Setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadang kala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan.

4. Buah
Buah yang terdapat pada tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dngan diameter 2 – 4 cm. panjang buah 2 cm dengan ketebalan 1 cm. buah berwarna hijau ketika muda serta abu abu kecoklatan atau kehitaman apabila sudah masak. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing masing ruaqng berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat tiga biji.

5. Biji
Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengamndung minyak dengan rendemen sekitar 30 - 50 % dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan.

5. Akar
6. Akar
Akar jarak pagar merupakan akar tunggang. System perakaran pada tanaman jarak pgar mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi







Nama : Eko Purnomo
Prodi : PTP (A)
NIM : A3208165
Tugas : Botani (Praktikum Herbarium Kering)


Jenis Tanaman : Jarak pagar
Nama Latin/Ilmiah : Jatropha curcas linn
Asal tanaman : China
Tempat Pengambilan : Pantai Payangan Sumberejo Ambulu
Ketinggian : 0 – 2 meter dpl



Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:
o Divisi : Spermatophyta
o Subdivisi : Angiospermae
o Kelas : dicotyledonae
o Ordo : Euphoebiales
o Famili : Euphorbiaceae
o Genus : Jatropha
o Species : Jatropha curcas linn


















Sumber: Buku budidaya tanaman jarak pagar

laporan budidya serat

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Manfaat
1.1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya tanaman serat yaitu kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36) adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana teknik budidaya tanaman serat, khususnya kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36).
b. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman serat, khususnya tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36).
c. Untuk mengetahui pengolahan hasil serat kenaf (pasca panen)

1.1.2 Manfaat
Dari hasil kegiatan ini dapat memberi atau menambah informasi bagi mahasiswa tentang budidaya tanaman serat dan pengolahan hasil serat atau pasca panen.
Disamping itu mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknik budidaya yang tepat dan pengalaman dalam bidang usaha budidaya tanaman serat, sehingga produksi serat dapat meningkat.












BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Kenaf
Kenaf merupakan tanaman asli Afrika, di negara-negara selatan Sahara, Hibiscus cannabinus merupakan tanaman liar yang umum dan secara luas ditanam sebagai tanaman sayuran dan serat. Angola kemungkinan menjadi pusat tanamn asli yang pertama,tetapi keragaman morfologi terbesar ditemukan di Afrika Utara. Baik kenaf maupun rosella (Hibiscus sabdariffa L.) temukan pertama pada awal abad 4000 SM di Sudan, dibawa ke India tidak diketahui waktunya.
Negara penghasil kenaf terbesar adalah Bengal Barat dan daerah pantai sepanjang Visakhapatnam (Andhra Pradesh) dan Madras (Tamil Nadu). Kenaf dikenalkan ke Indonesia dari India pada tahun 1904. Program budidaya Kenaf secara ekstensif dimulai pada tahun 1920an di daerah Caucasus Federasi Rusia (USSR) dan dari sana dibawa ke China pada tahun 1935. Produksi Kenaf juga dimulai setelah tahun 1945, misalnya di Amerika Serikat, Kuba dan Amerika Selatan. Sekarang Kenaf telah menyebar luas di daerah tropik dan subtropik, sebagai tanaman serat. Di Malyasia ditanam sebagai pengganti tembakau untuk mengurangi produksi rokok.

2.2 Botani Tanaman Kenaf
2.2.1 Taksonomi Tanaman Kenaf
Tanaman kenaf memiliki taksonomi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus cannabinus L.



2.2.2 Habitat
Kenaf mempunyai adaptasi yang lebar terhadap iklim dan tanah. Tanaman ini tumbuh pada 45°N dan 30°S. Tanaman Kenaf toleran terhadap variasi temperatur harian antara 10°C dan 50°C, tetapi mati oleh salju. Tanaman ini tumbuh terbaik pada temperaur harian diatas 20°C dan curah hujan bulanan rata-rata 100—125 mm. Kondisi ini ditemukan selama musim hujan di daerah tropik dan musim panas di daerah subtropik.
Kenaf merupakan tanaman berhari pendek: meskipun beberapa kultivar meninggalkan bagian vegetatifnya sampai periode pencahayaan turun dibawah 12,5 jam. Beberapa kultivar ditanam pada 20°N, kemudian tidak mulai berbunga pada awal September. Pada latitude yang lebih tinggi, kebiasaan berbunga lebih lambat, pada daerah equator, tanaman berbunga lebih awal dan mencapai tinggi yang tidak mencukupi, kecuali kultivar yang ditanam adalah photo-insensitive.
Kenaf dapat tumbuh pada berbagai tanah, tetapi paling baik pada tanah lempung aluvial atau kolluvial berpasir, dengan pH 6—6.8. Tanaman ini toleran terhadap garam, tetapi sensitif terhadap hilangnya air.

2.2.3 Morfologi Kenaf
Merupakan herba tegak, satu tahunan, tinggi tumbuhan liar mencapai 2 m, jika ditanam mencapai 5 m. Batang pipih, silindris, pada tanaman budidaya tidak bercabang dan gundul, pigmentasi seluruhnya hijau, hijau dengan merah atau ungu ataupun seluruhnya merah, kadang separo dibawah hijau dan separo diatas berpigmentasi.
Daun berseling, stipula filiform, panjang 5—8 mm, berambut, panjang tangkai daun 3—30 cm, pada bagian adaksial berambut rata dan pada bagian abaksial berbulu tegak, berwarna hijau hingga merah; helaian daun berukuran 1—19 cm x 0.1—20 cm, pangkal daun meruncing sampai bentuk jantung, tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, permukaan bawah berambut sepanjang urat daun.
Bunga axiler, soliter atau kadang berkelompok dekat ujung, biseksual, diameter 7.5—10 cm; kelopak menggenta, berwarna hijau, berbulu tegak, mahkota besar dan terlihat, biasanya berwarna krem hingga kuning dengan merah pada pangkal dalamnya, terkadang biru atau ungu.
Buah bulat telur, tipe kapsul, 12—20 mm x 11—15 mm, berambut lebat, mengandung 20—25(—35) biji. Biji bentuk ginjal hingga triangular dengan sudut runcing, 3—4 mm x 2—3 mm, berwarna keabuan atau coklat-hitam dengan titik kuning menyala.

2.3 Kegunaan
Serat kenaf yang kering, digunakan dalam pembuatan tekstil kasar seperti, pakaian hessian dan karung untuk mengemas komoditas pertanian dan industri, juga dibuat menjadi benang, tambang dan benang sepatu. Bijinya dapat dimakan dan dapat digunakan sebagai pupuk alami.
Kenaf (Hibiscus cannabinus L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang besar untuk menghasilkan devisa. Hampir seluruh komponen tanaman dapat digunakan sebagai bahan baku industri, seperti: Daun : pakan ternak, pupuk organic, makanan anak-anak (jelly)
Kayu : briket bahan bakar, perangkat rumah seperti daun pintu, kusen, jendela, particle board
Serat : pulp dan kertas, geotekstil, doortrim, fibre drain, karpet, hardboard, handicraft.
Biji : minyak goreng, farmasi, kosmetik
Keunggulan komoditas kenaf adalah: berumur pendek (4-5 bulan), mampu beradaptasi di berbagai lingkungan tumbuh marjinal, seperti lahan banjir (bonorowo), podsolik merah kuning, gambut dan tadah hujan. Gangguan hama dan penyakit sedikit dan biaya produksi rendah. Di samping multiguna, kenaf juga termasuk komoditas ramah lingkungan karena mudah terdegradasi dan selama pertumbuhannya dapat menangkap karbondioksida (CO2) di udara sehingga dapat mengurangi pencemaran udara.
















BAB 3. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
Bahan yang diperlukan diantaranya lahan, benih kenaf var. HC36, air, jerami, pestisida (buldok, decis, dupol), urea, SP36, KCl, furadan, fungisida, dolomit, pupuk kandang, ajir, EM4, detergen, pemutih, dll.
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit, timba, knapsack sprayer, tugal, gembor, meteran, koret, sikat, bak, gunting pemotong dll.

3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Persiapan Lahan
a. Lokasi dipilih tempat yang relatif rata dekat dengan sumber air dan tidak tergenang air, mudah diawasi.
b. Lokasi dibersihkan, diratakan dan drainase diatur dengan baik.

3.2.2 Pengolahan Tanah I
a. Pembukaan lahan dengan pencangkulan untuk pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya, serta untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit
b. Buat plot dengan ukuran 3 x 2 meter, dengan tinggi 30 cm.

3.2.3 Pengolahan Tanah II
a. Gemburkan tanah kembali yang gunanya untuk membalik tanah.
b Beri pupuk kandang (1 sak/plot) dan dolomit (2 kg/plot), kemudian balik kembali tanah tersebut.
c. Buat jarak tanam yaitu 40 x 30 cm, yang dimanfaatkan sebagai penghasil biji. Akan tetapi ketika berumur 9 minggu tanaman kenaf ini sudah dipanen untuk diambil seratnya.
d. Siram dengan air.
e. Buat guludan dan pembuatan saluran air.

3.2.4 Penanaman
a. Buat lubang tanaman dengan menggunakan tugal, dengan kedalam 3-5 cm.
b. Tanam benih 2-3 benih/lubang tanam.
c. Berikan furadan dan fungisida @ 20 gram/plot, diletakkan di sekitar lubang tanaman.
d. Berikan pula SP36 (90 gr/plot) dan KCl (60 gr/plot) sebagai pupuk dasar (pemupukan I). Pemupukan ini dilakukan karena KCL dan SP36 merupakan yang sulit larut, maka pupuk ini diberikan lebih awal.
e. Tutup dengan jerami agar kelembapan terjaga dan menghindari terjadinya evapotranspirasi.

3.2.5 Pemeliharaan
a. Penyulaman
Benih kenaf sudah tumbuh pada hari ketujuh setelah tanam, sehingga bila ada benih yang tidak tumbuh harus dilakukan penyulaman dengan benih yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan dibawah umur 10-15 hari setelah tanam, agar pertumbuhan tanaman bisa seragam karena agar mempermudah dalam proses perawatanya.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila tumbuh rerumputan yaitu paa umur sekitar 7 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan berulang-ulang apabila tumbuh banyak gulma. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan koret dan pada saat melakukan penyiangan juga sekaligus melakukan pembubunan agar tanaman tidak mudah roboh dan tanaman menjadi kokoh.

c. Penjarangan
Pada umur 14 hari setelah tanam, biasanya dilakukan penjarangan terhadap tanaman yang melebihi kebutuhan awal. Karena pada saat itu tanaman belum terlalu tua dan perakaran masih dalam kondisi mudah untuk di lakukan penjarangan, dan karena pada umur tersebut adalah umur yang ideal untuk melakukan penyeleksian tanaman. Penjarangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dicabut menggunakan tangan.
e. Pengairan
Kebutuhan akan air atau kelembaban untuk tanaman kenaf ialah sejak bulan pertama setelah tanam sampai kira-kira 14 hari sebelum panen. Cara pengairanya dengan cara disiram di daerah tanaman.

3.2.6 Pemupukan II
Pemupukan kedua dilakukan pada usia 2 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.7 Pemupukan III
Pemupukan ketiga dilakukan pada usia 4 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman kenaf ini berupa earias vittella, belalang, dan emphoasca. Hama tersebut diatasi dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida berupa Buldok dengan dosis 2cc/liter, Dupol dengan dosis 6cc/liter, dan menggunakan Decis 4cc/liter. Sedang penyakit yang menyerang adalah puru akar, yang menyebabkan tanaman layu sementara dan akhirnya tanaman mati.

3.2.9 Pemanenan
Tanaman kenaf varietas HC36 ini dipanen pada umur 9 minggu. Pada awalnya tanaman kenaf ini dimanfaatkan untuk diambil bijinya, akan tetapi karena tanaman kenaf ini digunakan sebagai pembanding tanaman kenaf lain yang varietasnya sama maka tanaman kenaf ini dipanen untuk diambil seratnya. Ciri tanaman kenaf ini siap untuk dipanen yaitu ketika 50% dari keseluruhan populasi tanaman telah berbunga.
Cara pemanenan dilakukan dengan pemotongan batang secara seragam yaitu bagian bawah dipotong 5 cm dari permukaan tanah dan bagian atas 10 cm dari pucuk pertubuhan. Setelah dipotong batang dibedakan menjadi 3 kriteria berdasarkan diameter batang dan panjang batang. Setelah itu diikat dan ditimbang sesuai kualitas masing-masing, lalu diberi label.

3.2.10 Pasca Panen
Batang-batang kenaf direndam kedalam bak besar yang berisi air dengan dicampur EM4 (proses fermentasi). Penambahan EM4 sebesar 20 cc/liter bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Proses ini membutuhkan waktu 2 minggu.
Setelah proses perendaman, dilakukan proses penyeratan, pencucian, dan pengeringan. Apabila serat sudah kering, serat ditimbamg secara keseluruhan.


















BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kenaf
(Terlampir)

4.1.2 Morfologi Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36).
Tanaman kenaf var HC36 memiliki morfologi sebagai berikut:
a. Akar
Akar tanamannya berupa akar akar tunggang, yang panjangnya kurang lebih 15-20 cm. Terdapat akar adventif yang berguna dalam pengambilan udara dari atmosfer untuk proses metabolisme akar. Akar tanaman kenaf ini tumbuh dengan normal, sehingga memudahkan dalam memperoleh makanan, terbukti dengan tanaman kenaf tumbuh secara optimal dan baik.
b. Batang
Batang tanaman kenaf ini berbentuk silindris, dengan permukaan yang berduri dan sedikit berbulu. Warna batang ketika masih muda yaitu berwarna hijau muda, sedangkan ketika tanamn berusia kurang lebih 8 minggu batangnya berubah warna menjadi hijau kecoklatan. Lilit batang tanamn kenaf mencapai 8 cm, hal tersebut tergantung dari varietas, jarak tanam, waktu tanam dan kesuburan tanah. Sedang tingginya mencapai 275 cm.
Gambar 1 Gambar 2











Gambar 3 Gambar 4









Ket:
Gambar 1 : Batang kenaf berwarna hijau muda ketika masih muda
Gambar 2 : Tinggi batang mencapai 30-50 cm pada minggu ke3 dan 4
Gambar 3 : Tinggi batang mencapai 150-200 cm ketika berumur 7-8 minggu
Gambar 4 : Tinggi batang mencapai tinggi 275 cm pada minggu ke9

c. Daun
Permukaan daun berbulu dan sedikit berduri, pangkal daun meruncing sampai bentuk jantung, tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, panjang tangkai daun 15-30 cm.
Daun berwarna hijau dan letaknya berselang-seling. Bentuk daun ketika masih muda berbentuk tunggal (unlobed), dengan lebar daun 4-5 cm dan panjangnya mencapai 7-8 cm. Kemudian berubah menjadi bentuk semi menjari, kemudian menjari 5 dan menjari 7 ketika tanaman mulai tua. Lebar daunnya 3-4,5 cm dan panjangnya mencapai 15-17 cm.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4



Gambar 1: Bentuk daun tunggal (unlobed),
Gambar 2: Bentuk daun semi menjari (partially lobed),
Gambar 3: Bentuk daun menjari lima atau menjari penuh (deeply lobed)
Gambar 4: Bentuk daun menjari tujuh atau menjari penuh (deeply lobed)



d. Bunga
Bunga pertama kali muncul ketika berumur 6 minggu. Bunga tanaman kenaf merupakan bunga axiler dan kadang berkelompok dekat ujung. Memiliki dua alat kelamin akni benangsari dan putik (biseksual). Diameter 7.5—10 cm, kelopaknya berwarna hijau, berbulu tegak, mahkota besar dan terlihat, biasanya berwarna krem hingga kuning dengan merah pada pangkal dalamnya.
Ganbar 1 Gambar 2







Gambar 3










Ket:
Gambar 1: Kuncup bunga
Gambar 2: Letak bunga berkelompok dekat ujung
Gambar 3: Bunga pada umur tanaman 8 minggu







4.1.3 Data Hasil Panen
a. Varietas : HC36
1. Data Kualitas Batang
NO A B C
Lilit Batang Panjang Batang Lilit Batang Panjang Batang Lilit Batang Panjang Batang
1 8 260 5,4 203 3,7 162
2 9 229 5,4 198 3,4 84
3 7 203 4,4 190 4 155
4 8 184 5,3 180 4,4 129
5 7 196 5 183 4,5 145
6 6,9 223 6 169 4,4 166
7 5,7 197 5 196 4 157
8 7 129 4,7 183 3,6 90
9 6,2 220 4 171 3,9 129
10 6 221 5 213 3,8 73
11 5,6 210 5 186 4,5 114
12 7 202 6 200
13 5,5 208 5 162
14 7 222 5 189
15 5,4 207 4 187
16 7 227 4,5 195
17 6,2 219 4,5 190
18 7 206 4,5 148
19 5,4 203 5 177
20 6 220 4,5 177
21 7 224 4,5 169
22 7 226 4,5 193
23 6 194 4 159
24 6 206 4 158
25 6 236 4 175
26 7 202 3,5 177
27 6,5 240
28 6 199

x = 6,59 x = 211,17 x = 4,72 x = 181,85 x = 4,02 x = 127,64

2. Data kualitas batang

NO Kualitas Berat (Kg)
1 A 4,5
2 B 2,9
3 C 0,5







3. Data Berat Bersih Serat
Jumlah berat bersih kenaf =600 gram

4. Dikonversikan kedalam Lahan 1Ha
1000 m2 x 0,6 kg = 1000 kg
6 m2

b. Varietas : KR6
1. Data Kualitas Batang
NO A B C
Lilit batang (cm) Panjang batang (cm) Lilit batang (cm) Panjang batang cm Lilit batang (cm) Panjang batang (cm)
1 7 184 6 151 3,5 169
2 6 148 6 165 4 153
3 7 157 6.5 179 4 161
4 5 148 6 160 4 155
5 55 1 6 203 4 139
6 7 200 5 140 3,5 127
7 6 174 6 142 3,5 145
8 6 182 6 188 3,5 135
9 8 203 5.5 187 1 84
10 8,5 206 5 154 2 104
11 6,5 194 6 154 2 102
12 6 169 5.5 164 2 86
13 6 196 5 174
14 5,5 167 5.5 145
15 6 206 6.5 168
16 5 183 5.5 162
17 5,5 178
18 5,5 184
19 5,5 184
20 5,5 164
21 6 164
22 6 184
X = 6,11 X = 180,73 X = 5,76 X = 164,75 X = 3,08 X = 130


2. Data Kualitas Batang
NO Kualitas Berat (Kg)
1 A 4,3
2 B 2,2
3 C 0,8

3. Data Berat Bersih Serat Kenaf
Jumlah berat bersih serat = 400 gram

4. Dikonversikan kedalam Lahan 1 Ha Gambar. Serat Kenaf
10000 m2 x 0,9 kg = 666,67 kg
6 m2

4.2 Pembahasan
Daun kenaf berwarna hijau, dengan permukaan yang berbulu dan sedikit berduri, pangkal daun meruncing sampai bentuk jantung, tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul. Pertumbuhan daun pada tanaman kenaf varietas HC36 ini dimulai dari bentuk tunggal (unlobed), dengan lebar daun 4-5 cm dan panjangnya mencapai 7-8 cm. Berubah menjadi bentuk semi menjari (partially lobed), kemudian menjari 5 dan menjari 7 ketika tanaman mulai tua (deeply lobed). Lebar daunnya 3-4,5 cm dan panjangnya mencapai 15-17 cm. Dari bentuk tunggal menjadi bentuk menjari lebar daun semkin mengecil, tergantung berapakah menjarinya daun tersebut.
Permukaan batang tanaman kenaf varietas HC36 ini berduri kecil-kecil dan sedikit berbulu. Bentuk batangnya silindris, dengan tinggi mencapai 275 cm dan lilit batangnya mencapai 8cm. Warna batang kenaf ketika masih muda berwarna hijau muda, dan ketika tua berubah menjadi hijau kecoklatan.
Bunga pertama kali muncul ketika berumur 6 minggu, merupakan bunga axiler dan kadang berkelompok dekat ujung, dengan diameter 7.5—10 cm.
Serangan hama pada tanaman kenaf ini, disebabkan karena faktor alam. Sehingga serangan hama menjadi meledak, selain itu kondisi lingkungan yang terlalu lembab juga dapat menyebkan hama dan penyakit menyerang.
Tanaman kenaf varietas HC36 dengan jarak tanam 40 x 30 cm ini dimanfaatkan sebagai penghasil biji. Tetapi ketika berumur 9 minggu tanaman kenaf ini sudah dipanen untuk diambil seratnya. Sehingga organ tanaman hasil pertumbuhan vegetatif berkembang dengan baik, dan mempengaruhi terhadap serat yang dihasilkan.
Cara pemanenan dilakukan dengan pemotongan batang secara seragam yaitu bagian bawah dipotong 5 cm dari permukaan tanah dan bagian atas 10 cm dari pucuk pertubuhan. Setelah dipotong batang dibedakan menjadi 3 kriteria berdasarkan diameter batang dan panjang batang.
Batang-batang kenaf direndam kedalam bak besar yang berisi air dengan dicampur EM4 (proses fermentasi). Penambahan EM4 sebesar 20 cc/liter bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Proses ini membutuhkan waktu 2 minggu.
Setelah proses perendaman, dilakukan penyeratan dengan menggunakan sikat. Kemudian dilakukan pencucian dan pengeringan. Setelah serat-serat tersebut kering dilakukan penimbangan terhadap hasil serat yang dihasilkan.















BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum budidaya tanaman serat kenaf ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36), dibudidayakan untuk diambil seratnya.
2. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36), tumbuh dan berkembang secara maksimal, dengan ditunjukkan bahwa organ-organ vegetatifnya tumbuh dengan bagus.
3. Serat batang tanaman kenaf diperoleh dari hasil perendaman batang-batang kenaf dengan bantuan larutan EM4, yang membantu dalam mempercepat proses fermentasi.

5.2 Saran
Kami mengharapkan kepada para praktikan lain yang mengadakan pembudidayaan tanamn serat yang sama, perlu dilakukan pengamatan yang lebih menyeluruh secara lengkap. Serta dilakukan perawatan yang lebih optimal, sekaligu menjaga keseimbangan kelembaban lingkungan, agar serangan hama dan penyakit tidak berlebihan. Sehingga nantinya hasil serat yang didapatkan dapat maksimal.














DAFTAR PUSTAKA


Mabberley, D.J. 1987. The Plant Book. A portable dictionary of the higher plants. Cambridge University Press, Cambridge.

Hartati, R. 1996. Panduan Budidaya Kenaf. Malang: Ballitas

Hartati, R. 1996. Peluang Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Malang: Ballitas.

Heliyanto, B. 1996. Pemuliaan Tanaman Kenaf dan Hasilnya. Malang: Ballitas.

Sastrosupadi, A, B. Santoso, dan Sudjindro. 1996. Budidaya Kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Malang: Ballitas.













laporan budidaya kapas

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Manfaat
1.1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya tanaman serat yaitu kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3) adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana teknik budidaya tanaman serat, khususnya kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3).
b. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman serat, khususnya tanaman kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3).

1.1.2 Manfaat
Dari hasil praktikum budidaya kapas ini dapat memberikan pengetahuan pada mahasiswa tentang cara budidaya kapas.
Disamping itu mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknik budidaya yang tepat dan pengalaman dalam bidang usaha budidaya tanaman serat, sehingga nantinya dapat melakukan budidaya serat kapas secara mandiri dan mampu meningkatkan produksi serat kapas.











BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Kapas
Kapas (Gossypium hirsutum) merupakan tanaman perkebunan dan bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Tanaman kapas dikembangkan untuk menyediakan bahan baku bagi industri tekstil. Walaupun industri tekstil Indonesia termasuk lima besar di dunia, serat kapas yang merupakan bahan baku industri tekstil belum diusahakan dalam skala perkebunan besar. Pengembangan kapas secara intensif dilakukan melalui program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR) yang dimulai tahun 1978/1979 dengan luas areal sekitar 22.000 ha (Ditjenbun, 1999). Daerah pengembangan kapas meliputi daerah dengan iklim kering, yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Dalam perkembangannya, areal kapas dalam program IKR terus menurun dari tahun ke tahun dan pada musim tanam tahun 2006 luas areal kapas hanya mencapai 7000 ha yang tersebar di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat.

2.2 Botani Tanaman Kapas
2.2.1 Taksonomi Tanaman Kenaf
Tanaman kenaf memiliki taksonomi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Malvaceae
Genus : Gossypium
Spesies : Gossypium Hirsutum, sp



2.2.2 Morfologi Kapas
Akar tanaman kapas berupa akar tunggang, panjangn akar dapat mencapai 0,75-1 meter. Batang beruas-ruas, tiap ruas tumbuh daun dan cabang-cabang pada ketiaknya. Memiliki 3 macam tunas, yaitu tunas serap, cabang vegetatif dan cabang generatif. Cabang generatif ditandai dengan diakhiri yaitu tumbuhnya square.Tinggi tanaman mencapai 100-150 cm.
Daun berbentuk normal (palmatus), permukaan daun berbulu jarang, tulang daun menjari. Bunga tanaman kapas termasuk bunga sempurna. Bunga tumbuh pada cabang generatif, tiap cabang ada 6-8 kuncup. Bagian-bagian bunganya yaitu terdiri dari tangkai bunga, daun kelopak tambahan, daun kelopak, mahkota bunga, bakal buah, tangkai kepala putik, kepala putik, dan tepung sari.
Buah berbentuk dari persarian sampai buah masak 40-70 hari. Bentuk buah bulat telur, dengan warna hijau muda atau hijau gelap berbintik-bintik. Setiap buah memiliki 3-5 ruang, sehingga buah tanaman kapas termasuk buah kotak.

2.2 Kegunaan
Serat kapas memiliki beberapa manfaat dan kegunaan antara lain sebagai bahan baku industri tekstil, benang, kain sebagai pakaian sehari hari dan sebagai bahan kosmetik dan medis yaitu sebagai perban atau lapisan pembalut luka dan sebagai bahan popok bayi.





BAB 3. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
Bahan yang diperlukan diantaranya lahan, benih kapas kanesia 3, air, jerami, pestisida (buldok, decis, dupol), urea, SP36, KCl, furadan, fungisida, dolomit, pupuk kandang, ajir, dll.
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit, timba, knapsack sprayer, tugal, gembor, meteran, koret.

3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Persiapan Lahan
a. Lokasi dipilih tempat yang relatif rata dekat dengan sumber air dan tidak tergenang air, dan mudah diawasi.
b. Lahan dibersihkan, diratakan, dibuat plot-plot dan bumbunan dan saluran drainase air diatur dengan baik.

3.2.2 Pengolahan Tanah I
a. Pembukaan lahan dengan pencangkulan untuk pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya, serta untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit
b. Buat plot dengan ukuran 3 x 2 meter, dengan tinggi 30 cm.



3.2.3 Pengolahan Tanah II
a. Gemburkan tanah kembali yang gunanya untuk membalik tanah.
b Beri pupuk kandang (1 sak/plot) dan dolomit (2 kg/plot), kemudian balik kembali tanah tersebut.
c. Buat jarak tanam yaitu 30 x 40 cm
d. Lakukan pengairan atau pemberian air.
e. Buat bumbunan atau perbaikan saluran air.

3.2.4 Penanaman
a. Buat lubang tanaman dengan menggunakan tugal, dengan kedalam 1-3 cm.
b. Tanam benih 2-3 benih/lubang tanam.
c. Berikan furadan dan fungisida @ 20 gram/plot, diletakkan di sekitar lubang tanaman.
d. Berikan pula SP36 (90 gr/plot) dan KCl (60 gr/plot) sebagai pupuk dasar (pemupukan I). Pemupukan ini dilakukan karena KCL dan SP36 merupakan yang sulit larut, maka pupuk ini diberikan lebih awal.
e. Tutup dengan jerami agar kelembapan terjaga dan menghindari terjadinya evapotranspirasi dan agar benih tidak terseret air hujan.

3.2.5 Pemeliharaan
a. Penyulaman
Benih kapas sudah tumbuh pada hari ketujuh setelah tanam, sehingga bila ada benih yang tidak tumbuh harus dilakukan penyulaman dengan benih yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan dibawah umur 10-15 hari setelah tanam, agar pertumbuhan tanaman bisa seragam karena agar mempermudah dalam proses perawatanya.



b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila gulma banyak tumbuh disekitar tanaman kapas. Penyiangan dilakukan berulang-ulang apabila tumbuh banyak gulma. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan koret dan dicabut.
c. Pembubunan
pembubunan dilakukan agar tanaman memiliki perakaran yang kuat dan tidak mudah roboh.
d. Penjarangan
Pada umur 14 hari setelah tanam, biasanya dilakukan penjarangan terhadap tanaman yang melebihi kebutuhan awal. Karena pada saat itu tanaman belum terlalu tua dan perakaran masih dalam kondisi mudah untuk di lakukan penjarangan, dan karena pada umur tersebut adalah umur yang ideal untuk melakukan penyeleksian tanaman. Penjarangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dicabut menggunakan tangan.
e. Pengairan
Kebutuhan akan air atau kelembaban untuk kapas ialah sejak awal penanaman sampai menjelang panen. Cara pengairanya dengan cara disiram di daerah tanaman.

3.2.6 Pemupukan II
Pemupukan kedua dilakukan pada usia 2 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.7 Pemupukan III
Pemupukan ketiga dilakukan pada usia 4 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman kapas ini berupa earias vittella, belalang, aphis dan emphoasca. Hama tersebut diatasi dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida berupa Buldok dengan dosis 2cc/liter, Dupol dengan dosis 6cc/liter, dan menggunakan Decis 4cc/liter. Sedang penyakit yang menyerang adalah puru akar yang menyebabkan tanaman layu sementara dan akhirnya tanaman mati.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4






Ket: Gambar 1: earias vittella didalam batang kapas
Gambar 2: aphis sp pada daun kapas
Gambar 3: emphoasca pada daun kapas
Gambar 4: earias vittella

























BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman kapas
(Terlampir)

4.1.2 Morfologi Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3).
Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3).memiliki morfologi sebagai berikut:
a. Akar
Akar tanaman kapas berupa akar tunggang, panjang akar dapat mencapai 0,75-1 meter.
b. Batang
Batang tanaman kapas berbentuk silindris, dengan batang beruas-ruas, tiap ruas tumbuh daun dan cabang-cabang pada ketiaknya. Batangnya berwarna hijau ketika masih muda, dan berwarna hijau kemerahan ketika sudah tua. Permukaan batang sedikit berbulu dan berduri, dengan tinggi tanaman mencapai 100-150 cm. Memiliki 3 macam tunas, yaitu tunas serap, cabang vegetatif dan cabang generatif. Cabang vegetatif muncul pertama pada ruas ketiga atau keempat. Cabang generatif ditandai dengan diakhiri yaitu tumbuhnya square. Cabang ini muncul pertama kali pada ruas kelima atau keenam.
Gambar 1 Gambar 2





Ket: Gambar 1: Batang berwarna hiaju ketika tanaman masih muda
Gambar 2: Batang berwarna hijau kemerahan ketika tanaman sudah tua
c. Daun
Daun berbentuk normal (palmatus), permukaan daun berbulu jarang, tulang daun menjari. Daun berwarna hijau, dengan permukaan daun berbulu.
Gambar: Daun tanaman kapas






d. Bunga
Bunga tumbuh pada cabang generatif, tiap cabang ada 6-8 kuncup. Bagian-bagian bunganya yaitu terdiri dari tangkai bunga, daun kelopak tambahan, daun kelopak, mahkota bunga, bakal buah, tangkai kepala putik, kepala putik, dan tepung sari. Warna bunga ketika belum diserbuki berwarna putih, namun setelah diserbuki bunga menjadi berwarna merah muda.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3





Ket: Gambar 1: Kuncup bung (square)
Gambar 2: Bunga berwarna putih sebelum diserbuki
Gambar 3: Bunga berwarna merah muda setelah disebuki

e. Buah
Bentuk buah tanaman kapas adalah bulat telur, dengan warna hijau. Pemukaan buah tidak berbulu, dengan jumlah ruang setiap buah yaitu 4-5 ruangan.
Gambar buah tanaman kapas







4.2 Pembahasan
Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3) ini memiliki morfologi sebagai berikut; akar tanaman kapas berupa akar tunggang, panjang akar dapat mencapai 0,75-1 meter. Batangnya berwarna hijau ketika masih muda, dan berwarna hijau kemerahan ketika sudah tua. Permukaan batang sedikit berbulu dan berduri, dengan tinggi tanaman mencapai 100-150 cm. Memiliki 3 macam tunas, yaitu tunas serap, cabang vegetatif dan cabang generatif. Cabang vegetatif muncul pertama pada ruas ketiga atau keempat. Cabang generatif ditandai dengan diakhiri yaitu tumbuhnya square. Cabang ini muncul pertama kali pada ruas kelima atau keenam. Daun berbentuk normal (palmatus), permukaan daun berbulu jarang, tulang daun menjari. Daun berwarna hijau, dengan permukaan daun berbulu. Bunga tumbuh pada cabang generatif, tiap cabang ada 6-8 kuncup. Warna bunga ketika belum diserbuki berwarna putih, namun setelah diserbuki bunga menjadi berwarna merah muda. Bentuk buah tanaman kapas adalah bulat telur, dengan warna hijau. Pemukaan buah tidak berbulu, dengan jumlah ruang setiap buah yaitu 4-5 ruangan.
Hama yang menyerang tanaman kapas ini berupa earias vittella, belalang, aphis sp dan emphoasca. Earias vittella biasanya menyerang bagian batang, sedangkan aphis sp menyerang bagian daun, yang menyebabkan daun menjadi keriput karena cairan dan mineral didalam daun diserap oleh aphis. Dan penyakit yang menyerang adalah puru akar yang menyebabkan tanaman layu sementara dan akhirnya tanaman mati. Serangan hama yang meledak tersebut dikarenakan faktor alam, dimana lingkungan menjadi sangat lembab. Selain itu jarak tanam yang sempit yakni 40 x 30 cm, juga dapat menyebabkan serangan hama tidak bisa berhenti karena cabang-cabang tanaman kapas saling bedesakan.





BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum budidaya tanaman serat kenaf ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3) ini ini dibudidayakan untuk diambil seratnya, dimana serat berasal dari buah.
2. Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum sp Var. Kanesia 3) ini tumbuh dan berkembang secara maksimal, dengan ditunjukkan bahwa organ-organ vegetatifnya tumbuh dengan bagus, baik batang yang jagur, tinggi tanaman yang tegap, dan buah yang dihasilkan cukup banyak. Hal tersebut dapat mempengaruhi produksi serat yang dihasilkan dari buah tanaman kapas.

3. 5.2 Saran
Kami mengharapkan kepada para praktikan lain yang mengadakan pembudidayaan tanamn serat yang sama, perlu dilakukan pengamatan yang lebih menyeluruh secara lengkap. Serta dilakukan perawatan yang lebih optimal, sekaligus menjaga keseimbangan kelembaban lingkungan, agar serangan hama dan penyakit tidak berlebihan. Sehingga nantinya hasil serat dari buah tanaman kapas yang didapatkan dapat maksimal.


DAFTAR PUSTAKA


Ali, F. 1998. Kebutuhan Industri Tekstil Nassional tehadap Bahan Baku Kapas. Malang: Ballitas.

Basuki, T. 2001. Sistem Usahatani Tanaman Kapas. Malang: Ballitas.

Dalmadiyo, G. Penyakit Tanaman Kapas dan Penendaliannya. Malang: Ballitas.

Hartati, R. 1996. Panduan Budidaya Kapas. Malang: Ballitas.




























laporan haramai

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Manfaat
1.1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya tanaman serat yaitu haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9) adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana teknik budidaya tanaman serat, khususnya haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9).
b. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman serat, khususnya tanaman haramai(Boehmeria nivea Var. Pujon 9).

1.1.2 Manfaat
Dari hasil kegiatan ini dapat memberi atau menambah informasi bagi mahasiswa tentang budidaya tanaman serat, khusunya tanaman serat haramai.
Disamping itu mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknik budidaya yang tepat dan pengalaman dalam bidang usaha budidaya tanaman serat, sehingga produksi serat dapat meningkat.














BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Haramai
Haramai atau Rami adalah tanaman serat alam nabati. Tanaman Rami sudah ada sejak jaman Jepang pada waktu Perang Dunia II, adalah tanaman tahunan yang berbentuk rumpun mudah tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis, tahan terhadap penyakit dan hama, serta dapat mendukung pelestarian alam dan lingkungan. Tanaman haramai berasal dari Negeri China, tumbuh di daratan tengah dan barat, dan di sepanjang aliran sungai Yang Tse. Dikenal sejak ±2000 th SM.
Perkembangan di Indonesia dikenal sejak jaman penjajahan Jepang (tahun 1942-1945), di perkebunan Sumatera Utara, Jabar, Jateng, dan Jatim. Tahun 1947 tanaman Rami dibongkar (aksi militer I Belanda). Tahun 1955 pemerintah Indonesia meneliti 12 varietas Rami. Tahun 1957 pemerintah Indonesia mendirikan pabrik pemintalan Rami di Pematang Siantar. Dihasilkan beberapa varietas Pujon di Jatim (Malang, Jember). Tahun 1983 pemerintah Jabar memberikan stimulan untuk pengembangan tanaman haramay. Tahun 1988 target produksi nasional serat rami siap pintal 150.000-200.000 ton, dengan penanaman seluas 200.000 ha pada lahan pasang surut.

2.2 Botani Tanaman Haramai
2.2.1 Taksonomi Tanaman Haramai
Menurut Dempsey (1961), klasifikasi tanaman haramai:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Urticales
Famili : Urticaceae
Genus : Boehmeria
Spesies : Boehmeria nivea

2.2.2 Habitat
Sangat cocok ditanam/ideal di daerah tropis yaitu di Indonesia dengan ketinggian ideal 400 m s/d 1500 m diatas permukaan air laut, dengan curah hujan 90mm/bln yang merata sepanjang tahun, kondisi tanah datar terbuka berstruktur ringan seperti tanah liat berpasir dengan PH 5,6 s/d 6,5 dengan umur produktif 6 s/d 8 tahun dipanen 5 s/d 6 x dalam setahun. Pada panen pertama dipangkas kosmetik usia 6 bulan, setelah itu tiap 2 bulan dapat dipanen sampai usia 8 tahun. Batang tanaman rami tumbuh rhizome yang berbentuk ramping dan pertumbuhannya dapat mencapai ketinggian diatas 250 cm, diameter batang antara 8 s/d 20 mm, berat batang 60 s/d 140 gram dengan jumlah perumpun 4 s/d 12 batang, warna hijau sampai coklat.

2.2.3 Morfologi Haramai
Batang tanaman haramai ramping, tegak, tinggi 200 – 250 cm. Diameter batangnya mencapai 12 – 20 mm. Batang berwarna hijau ketika muda, dan berwarna kecoklatan ketika tua.
Bentuk daun bulat telur, menyerupai jantung. Tepi daun bergerigi, warna daun hijau (bagian atas), putih keperak-perakan (bagian bawah). Permukaan daun haramai berbulu halus.
Bunga tanaman haramai berwarna putih dan berkelompok. Letaknya pada ketiak daun. Bunga tanaman haramai termasuk tanaman berumah satu
Warna biji coklat, dengan bentuk lonjong. Ukuran biji kecil (± 1mm). Jumlah biji dalam 1 kg yaitu ± 7 juta/kg.
Akar bersifat dimorfisme. Akarnya berupa akar umbi (bulb), tumbuh vertical ke bawah ± 25 cm – 30 cm.
Dan berupa akar reproduksi (rhizome), tumbuh horizontal ± 10 cm di dalam tanah.




2.3 Syarat Tumbuh
Tanaman haramai berada cocok pada tempat dengan ketinggian 0 - 1400 m dpl, dan optimum berda pada 500 - 1400 m dpl. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada temperatur udara 20°C - 28°C, dengan kelembaban 83% - 89%, serta curah hujan rata-rata 1200 mm – 2000 mm/tahun.
Haramai tumbuh pada tanah yang berstruktur gembur dan subur. Dengan pH 5,4 - 6,4. Namun pada lahan gambut, pH : 4,8 - 5,6 dengan aerasi dan drainase yang baik.

2.4 Kegunaan
2.4.1 Daun
Daun Rami digunakan sebagai kompos, pakan ternak (kambing, sapi ayam dll) adapun kandungan yang diambil dari daun rami sebagai berikut :
a. Protein : 24 s/d 26 %
b. Lemak : 5 s/d 6 %
c. N.F.E : 2 s/d 16 %
d. Phospor : 25 s/d 30 %
e. Kalsium : 5 s/d 6 %
f. Karotin r/g : 200 s/d 300 %
g. Kandungan lainnya : 36 s/d 46 % ( Kaya akan lisin dan karoten )

2.4.2 Batang
Proses dekortikasi menghasilkan limbah rami yang sangat baik untuk pupuk organik ( kompos). Setelah mengalami bio proses, pupuk organik dari batang rami tersebut dapat digunakan untuk pemupukan tanaman. Di samping tanaman rami itu sendiri kelebihannya dapat digunakan untuk tanaman hortiku-tura atau tanaman perkebunan lainnya.
Kegunaan batang rami yang lain adalah sebagai bahan baku pulp (kertas), bahan baku particle board serta mempunyai kandungan cellulosa yang cukup baik untuk dijadikan bahan baku propelant double base (bahan baku isian dorong peluru).
2.4.3 Serat
Serat rami yang telah diproses sampai menyerupai serat kapas sudah dapat dipintal menjadi benang untuk ditenun menjadi tekstil dari rami peringkat No.2 setelah sutera, (cotton nomor 7). Kegunaan yang lain adalah: canvas, slang PMK, jaring ikan, jala ikan, tambang/tali kapal, benang sepatu, dan kaos petromax.
Serat rami diteliti dan dikembangkan untuk kepentingan alat pertahanan karena serat alam rami mempunyai keunggulan lebih baik dari serat alam yang lain termasuk serat sintetis seperti fiber glass, kevlar dan spectra untuk digunakan sebagai material anti balistic seperti helm tahan peluru, plat dada anti peluru, tameng anti huru hara, rompi tahan peluru, komponen senjata dan lain-lain.

2.4.4 Biji
Sebagai minyak mentah biji rami berkhasiat mencegah dan mengobati kanker, stroke, jantung, luka lambung, anteriosklerosis.











BAB 3. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
Bahan yang diperlukan diantaranya lahan, bibit haramai var. Pujon9, air, jerami, pestisida (buldok, decis, dupol), urea, SP36, KCl, furadan, fungisida, dolomit, pupuk kandang, ajir.
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit, timba, knapsack sprayer, tugal, gembor, meteran, koret.

3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Persiapan Bibit
a. Rizom dipotong-potong sepanjang sekitar 10 cm
b. Ikat dengan tali rafia, setiap 10 buah stek rizome yang telah dipotong tersebut
c. Tempatkan dalam ruang yang lembab, dengan posisi tegak keatas
d. Lakukan penyiraman setiap hari, tetapi bagian bawah stek tidak boleh terendam air
e. Setelah 14 hari, stek telah berakar dan tumbuh banyak tunas dan bibit siap ditanam di lapangan.

3.2.2 Pengolahan Tanah I
a. Pembukaan lahan dengan pencangkulan untuk pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya, serta untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit
b. Buat plot dengan ukuran 3 x 2 meter, dengan tinggi 30 cm.



3.2.3 Pengolahan Tanah II
a. Gemburkan tanah kembali yang gunanya untuk membalik tanah.
b. Buat jarak tanam yaitu 40 x 30 cm
c Beri pupuk kandang (1 sak/plot) dan dolomit (2 kg/plot), kemudian balik kembali tanah tersebut.
d. Siram dengan air.
e. Buat guludan dan pembuatan saluran air.

3.2.4 Penanaman
a. Buat lubang tanaman dengan menggunakan tugal, dengan kedalam 3-5 cm.
b. Tanam benih 1 bibit/lubang tanam.
c. Lakukan penanamn secara diagonal menghadap ke arah munculnya matahari
d. Berikan furadan dan fungisida @ 20 gram/plot, diletakkan di sekitar lubang tanaman.
e. Berikan pula SP36 (90 gr/plot) dan KCl (60 gr/plot) sebagai pupuk dasar (pemupukan I). Pemupukan ini dilakukan karena KCL dan SP36 merupakan yang sulit larut, maka pupuk ini diberikan lebih awal.
e. Tutup dengan jerami agar kelembapan terjaga dan menghindari terjadinya evapotranspirasi.
f. Usahakan penutupan jerami jangan sampai menutupi bibit.

3.2.5 Pemeliharaan
a. Penyulaman
Penyulaman sebaiknya dilakukan dibawah umur 10-15 hari setelah tanam, agar pertumbuhan tanaman bisa seragam karena agar mempermudah dalam proses perawatanya.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila tumbuh rerumputan yaitu pada umur sekitar 7 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan berulang-ulang apabila tumbuh banyak gulma. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan koret dan pada saat melakukan penyiangan juga sekaligus melakukan pembubunan agar tanaman tidak mudah roboh dan tanaman menjadi kokoh.
c. Pengairan
Kebutuhan akan air atau kelembaban untuk kacang tanah ialah sejak bulan pertama setelah tanam sampai kira-kira 14 hari sebelum panen. Cara pengairanya dengan cara disiram di daerah tanaman.

3.2.6 Pemupukan II
Pemupukan kedua dilakukan pada usia 2 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.7 Pemupukan III
Pemupukan ketiga dilakukan pada usia 4 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman haramai ini berupa, belalang, dan emphoasca. Hama tersebut diatasi dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida berupa Buldok dengan dosis 2cc/liter, Dupol dengan dosis 6cc/liter, dan menggunakan Decis 4cc/liter. Sedang penyakit yang menyerang adalah puru akar, yang menyebabkan tanaman layu sementara dan akhirnya tanaman mati, serta bercak daun yang menyebabkan daun menjadi kuning.







Gambar: Penyakit bercak daun pada daun haramai
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kenaf
(Terlampir)

4.1.2 Data Pembibitan Rhizome Haramai
Hari ke- Juml. Tumbuh Tunas Keterangan
2 _ Tidak muncul tunas, tetapi tumbuh serabut akar
4 3 Tumbuh tunas dan serabut akar tumbuh banyak, tinggi rhizome rata-rata 2,5 cm
6 9 Tumbuh tunas dan serabut akar tumbuh banyak, tinggi rhizome rata-rata 2,75 cm
8 16 Tumbuh tunas dan serabut akar tumbuh banyak, tinggi rhizome rata-rata 4,5 cm
10 21 Tumbuh tunas, tinggi rhizome rata-rata 6 cm
12 26 Tumbuh tunas, tinggi rhizome rata-rata 7,5 cm
14 26 Tumbuh tunas, tinggi rhizome rata-rata 9 cm

4.1.3 Perbedaan Akar Rhizome dan Akar umbi (bulb)
Akar Rhizome Akar umbi (bulb)
Warnanya coklat tua Warnanya coklat tua
Ukurannya lebih kecil Ukurannya lebih besar
Dapat tumbuh tunas Tidak dapat tumbuh tunas
Pertumbuhannya ke samping Pertumbuhannya ke bawah
Diameter 1-3 cm (tergantung varietas) Diameter 4-6 cm (tergantung varietas)
Bentuknya lurus Bentuknya menggembung
4.1.4 Morfologi Tanaman haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9)
Tanaman haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9) memiliki morfologi sebagai berikut:
a. Akar
Akar tanamannya berupa akar rhizome (± 10 cm di dalam tanah) dan akar umbi (bulb), yang panjangnya kurang ± 25 cm – 30 cm. Akar tanaman haramai ini tumbuh dengan normal, sehingga memudahkan dalam memperoleh makanan, terbukti dengan tanaman kenaf tumbuh secara optimal dan baik.
Gambar rhizome Gambar akar umbi (bulb)








b. Batang
Batang tanaman haramai ini berbentuk silindris, dengan permukaan yang berbulu. Warna batang ketika masih muda yaitu berwarna hijau, sedangkan ketika tanamn berusia kurang lebih 9 minggu batangnya berubah warna menjadi kecoklatan. Lilit batang tanaman haramai mencapai 9,5 cm dan tingginya mencapai 210-230 cm.
Gambar 1 Gambar 2









Gambar 3 Gambar 4










Ket:
Gambar 1 : Tinggi mencapai 30-40 cm ketika tanaman berumur 3 minggu
Gambar 2 : Tinggi mencapai 55 cm ketika tanaman berumur 4 minggu
Gambar 3 : Warna batang hijau ketika tanaman masih muda
Gambar 4 : Warna batang kecoklatan ketika tanaman sudah tua

c. Daun
Bentuk daun bulat telur, menyerupai jantung. Tepi daun bergerigi, warna daun hijau (bagian atas), putih keperak-perakan (bagian bawah). Permukaan daun haramai berbulu halus. Labar daun mencapai 16-18 cm, dengan panjang daun mencapai 19-22 cm.
Gambar 1 Gambar 2






Keterangan: Gambar 1: Warna daun hijau (bagian atas)
Gambar 2: Putih keperak-perakan (bagian bawah)

d. Bunga
Bunga tanaman haramai berwarna putih ketika masih muda dan ketika bunga sudah tua berwarna merah. Letaknya pada ketiak daun dan berkelompok. Bunga tanaman haramai termasuk tanaman berumah satu.

Gambar 1 Gambar 2







Ket: Gambar 1 : Bunga ketika masih muda berwarna putih
Gambar 2 : Bunga ketika sudah tua berwarna merah

4.2 Pembahasan
Tanman haramai ini ditanam dengan cara menanam bibit, dimana bibit diperoleh dari membuat tunas dari akar rhizome yang disimpan di tempat yang lembab. Setelah 14 hari akar-akar rhizome in akan muncul tunas yang akhirnya dapat ditanam ke lahan secara langsung. Penanaman dilakukan secara diagonal menghadap ke arah munculnya matahari, dengan 1 bibit/lubang tanaman.
Akar tanamannya berupa akar rhizome (± 10 cm di dalam tanah) dan akar umbi (bulb), yang panjangnya kurang ± 25 cm – 30 cm.Perbedaan akar rhizome dan akar bulb terletak pada dimeter, dimana dimeter akar rhizome adalah 1-3 cm (tergantung varietas) dan dimeter akar bulb adalah 4-6 cm (tergantung varietas). Selain itu akar rhizome dapat tumbuh tunas dan pertumbuhannya ke samping, namun akar bulb tidak dapat tumbuh tunas dan pertumbuhannya ke bawah (menuju ke dalam tanah)
Bentuk daun tanaman haramai varietas Pujon9 adalah bulat telur, menyerupai jantung. Tepi daun bergerigi, warna daun hijau (bagian atas), putih keperak-perakan (bagian bawah). Permukaan daun haramai berbulu halus. Labar daun mencapai 16-18 cm, dengan panjang daun mencapai 19-22 cm.
Warna batang ketika masih muda yaitu berwarna hijau, sedangkan ketika tanamn berusia kurang lebih 9 minggu batangnya berubah warna menjadi kecoklatan. Lilit batang tanaman haramai mencapai 9,5 cm dan tingginya mencapai 210-230 cm. Batang tanaman haramai ini berbentuk silindris, dengan permukaan yang berbulu.
Letak bunga haramai pada ketiak daun dan berkelompok. Bunga tanaman haramai berwarna putih ketika masih muda dan ketika bunga sudah tua berwarna merah. Bunga tanaman haramai termasuk tanaman berumah satu.


























BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum budidaya tanaman serat kenaf ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanaman haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9) ini dibudidayakan untuk diambil seratnya. Bibit diperoleh dari hasil pertunasan akar rhizome selama 14 hari, dengan ditanam secara diagonal di dalam tanah dan menghadap kea rah munculnya matahari.
2. Tanaman haramai (Boehmeria nivea Var. Pujon 9) ini tumbuh dan berkembang secara maksimal, dengan ditunjukkan bahwa organ-organ vegetatifnya tumbuh dengan bagus, baik batang yang jagur, tinggi tanaman yang tegap, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

5.2 Saran
Kami mengharapkan kepada para praktikan lain yang mengadakan pembudidayaan tanamn serat yang sama, perlu dilakukan pengamatan yang lebih menyeluruh secara lengkap. Dan perlu pemeliharaan yang khusus pada saat membuat tunas dari akar rhizome yang akan dibuat bibit. Serta dilakukan perawatan yang lebih optimal, sekaligus menjaga keseimbangan kelembaban lingkungan, agar serangan hama dan penyakit tidak berlebihan. Sehingga nantinya hasil serat yang didapatkan dapat maksimal.













DAFTAR PUSTAKA


Budi, S. 2000. Rami (Boehmeria nivea Gaud) Penghasil Bahan Tekstil, Pulp, dan Pakan Ternak. Malang: Ballitas.

Hartati, R. 1996. Panduan Budidaya Rami. Malang: Ballitas

Heliyanto, B. 1999. Kriteria Seleksi pada Rami (Boehmeria nivea Gaud. Jurnal Agrotropika.

Sastrosupadi, A. 1996. Penembangan Rami di Lahan Gambut. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.

Sastrosupadi, A. 2002. Potensi Rami sebagai Penghasil Serat dan Bahan Sandang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.

Rukmana, H.R. 2003. Rami: Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.















laopran rosella dan yute

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Manfaat
1.1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya tanaman serat yaitu kenaf (Hibiscus cannabinus L. Var HC36) adalah:
a. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman serat, khususnya tanaman Rosella Var. HS1.
b. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman serat, khususnya tanaman Yute Var. CC10.

1.1.2 Manfaat
Dari hasil kegiatan ini dapat memberi atau menambah informasi bagi mahasiswa tentang budidaya tanaman serat.
Disamping itu mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknik budidaya yang tepat dan pengalaman dalam bidang usaha budidaya tanaman serat, sehingga produksi serat dapat meningkat.














BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Rosella dan Yute
Tanaman rosella tumbuh di banyak negara, seperti Sudan, Meksiko, Jamaika, Brazil, Panama, hingga beberapa negara bagian AS dan Australia. Banyak orang menyebut tanaman itu berasal dari Afrika. Sebab, tumbuhan tersebut memang banyak ditemukan di sana. Penyebarannya tidak lepas dari para budak yang dikirim kebeberapa belahan dunia.Namun, di Indonesia, tanaman itu ditemukan kali pertama di Pulau Jawa, tepatnya di halaman sebuah rumah, oleh ahli botani asal Belanda yang bernama M. de L’Obel pada 1576. Diduga, tanaman itu dibawa oleh pedagang India saat dating ke Indonesia,sekitar abad ke-14. Tanaman tersebut dikenal dalam berbagai nama, seperti jamaican sorell (India Barat), oseille rouge (Prancis), quimbombo chino (Spanyol), karkade (Afrika Utara), dan bisap (Senegal). Sedangkan di Indonesia, tanaman tersebut lebih dikenal sebagai mrambos hijau (Jateng), asam jarot (Padang), asam rejang (Muara Enim), dll.

2.2 Botani Tanaman Rosella dan Yute
2.2.1 Taksonomi Tanaman Rosella dan Yute
Tanaman Rosella memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species : Hibiscus sabdariffa L


Tanaman Yute memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan Plantae

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida

Ordo Malvales

Famili Malvaceae

Genus Corchorus

Spesies C. capsularis

2.2.2 Morfologi Rosella dan Yute
Rosella [Hibiscus sabdariffa] termasuk dalam keluarga Malvaceae, dengan ciri-ciri tanaman tumbuh tegak, bercabang banyak, bersemak-semak, dan mempunyai siklus hidup tahunan. Batang berwarna kemerah-merahan, dan dapat mencapai ketinggian sampai 3,5 meter. Warna daun bervariasi, dari hijau gelap sampai ke merah dengan pinggiran bergerigi. Bunga berwarna merah dengan ujung berwarna agak gelap, dilengkapi dengan benang sari dan putik. Tipe daun tanaman ini adalah daun menjari tidak lengkap (daun bertangkai) dengan tipe duduk daun majemuk menyirip gasal berseling dan warna daun dewasa bervariasi dari hijau tua sampai merah kekuningan. Batang tanaman bulat, berserat dan bercabang. Tanaman rosela memiliki akar tunggal yang cukup dalam. Buah tanaman rosela berwarna hijau tua dan mampu mencapai diameter 5,3 cm dan panjang 5 cm Biji terdapat dalam cangkang, yang dilindungi oleh semacam kelopak lembut berwarna merah.
Yute merupakan sejenis tumbuhan berserat yang dari kulit pohonnya dibuat tali untuk membuat karung goni; rami. Nama ilmiah yaitu Corchorus capsularis. Batang tanaman yute berwarna hujau muda hingga hijau tua (tergantung varietas). Bentuk batangnya yaitu silindris, dengan memiliki cabang vegetatif dan generatif. Ketinggian tanaman mencapai 250 cm, dan diameter batangnya 3-4 cm. Daun berbentuk elips atau lanset, dengan panjang daun



BAB 3. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1 Bahan
Bahan yang diperlukan diantaranya lahan, benih Rosella Var. HS1, benih Yute Var. CC10, air, jerami, pestisida (buldok, decis, dupol), urea, SP36, KCl, furadan, fungisida, dolomit, pupuk kandang, ajir.
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit, timba, knapsack sprayer, tugal, gembor, meteran, koret.

3.2 Prosedur Pelaksanaan
3.2.1 Persiapan Lahan
a. Lokasi dipilih tempat yang relatif rata dekat dengan sumber air dan tidak tergenang air, mudah diawasi.
b. Lokasi dibersihkan, diratakan dan drainase diatur dengan baik.

3.2.2 Pengolahan Tanah I
a. Pembukaan lahan dengan pencangkulan untuk pembersihan lahan dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya, serta untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit
b. Buat plot dengan ukuran 3 x 2 meter, dengan tinggi 30 cm.

3.2.3 Pengolahan Tanah II
a. Gemburkan tanah kembali yang gunanya untuk membalik tanah.
b Beri pupuk kandang (1 sak/plot) dan dolomit (2 kg/plot), kemudian balik kembali tanah tersebut.
c. Buat jarak tanam yaitu 40 x 30 cm.
d. Siram dengan air.
e. Buat guludan dan pembuatan saluran air.

3.2.4 Penanaman
a. Buat lubang tanaman dengan menggunakan tugal, dengan kedalam 3-5 cm.
b. Tanam benih 2-3 benih/lubang tanam.
c. Berikan furadan dan fungisida @ 20 gram/plot, diletakkan di sekitar lubang tanaman.
d. Berikan pula SP36 (90 gr/plot) dan KCl (60 gr/plot) sebagai pupuk dasar (pemupukan I). Pemupukan ini dilakukan karena KCL dan SP36 merupakan yang sulit larut, maka pupuk ini diberikan lebih awal.
e. Tutup dengan jerami agar kelembapan terjaga dan menghindari terjadinya evapotranspirasi.

3.2.5 Pemeliharaan
a. Penyulaman
Benih yute dan rosella sudah tumbuh pada hari ketujuh setelah tanam, sehingga bila ada benih yang tidak tumbuh harus dilakukan penyulaman dengan benih yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan dibawah umur 10-15 hari setelah tanam, agar pertumbuhan tanaman bisa seragam karena agar mempermudah dalam proses perawatanya.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila tumbuh rerumputan yaitu paa umur sekitar 7 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan berulang-ulang apabila tumbuh banyak gulma. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan koret dan pada saat melakukan penyiangan juga sekaligus melakukan pembubunan agar tanaman tidak mudah roboh dan tanaman menjadi kokoh.

c. Penjarangan
Pada umur 14 hari setelah tanam, biasanya dilakukan penjarangan terhadap tanaman yang melebihi kebutuhan awal. Karena pada saat itu tanaman belum terlalu tua dan perakaran masih dalam kondisi mudah untuk di lakukan penjarangan, dan karena pada umur tersebut adalah umur yang ideal untuk melakukan penyeleksian tanaman. Penjarangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dicabut menggunakan tangan.
e. Pengairan
Kebutuhan akan air atau kelembaban untuk rosella dan yute ialah sejak bulan pertama setelah tanam sampai kira-kira 14 hari sebelum panen. Cara pengairanya dengan cara disiram di daerah tanaman.

3.2.6 Pemupukan II
Pemupukan kedua dilakukan pada usia 2 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.7 Pemupukan III
Pemupukan ketiga dilakukan pada usia 4 minggu dengan menggunakan pupuk UREA sebesar 180 gram/plot.

3.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman rosella dan yute ini berupa belalang, dan emphoasca. Hama tersebut diatasi dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida berupa Buldok dengan dosis 2cc/liter, Dupol dengan dosis 6cc/liter, dan menggunakan Decis 4cc/liter.
.









BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kenaf
(Terlampir)

4.1.2 Morfologi Tanaman Rosella Var. HS1 dan Yute Var. CC10
Tanaman Rosella Var. HS1 dan Yute Var. CC10 memiliki morfologi sebagai berikut:
a. Akar
Terdapat akar adventif yang berguna dalam pengambilan udara dari atmosfer untuk proses metabolisme akar. Akar tanaman rosella dan yute ini tumbuh dengan normal, sehingga memudahkan dalam memperoleh makanan, terbukti dengan tanaman kenaf tumbuh secara optimal dan baik.
b. Batang
Batang tanaman rosella ini berbentuk silindris, dengan batang berwarna kemerah-merahan. Tigginya mencapai 2,5 meter, dan lilit batang mencapai 8 cm.
Batang tanaman yute berwarna hijau dan sedikit berduri. Tinggi batang mencapai 275 cm. Bentuk batang silindris. Tanaman yute juga memiliki cabang-cabang yang tunmbuh secara horisontal.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4





Ket: Gambar 1: Batang tanaman yute berwarna hijau muda ketiak masih muda
Gambar 2: Batang tanaman yute berwarna hiaju tua ketika sudah tua
Gambar 1: Batang tanaman rosella berwarna merah ketiak masih muda
Gambar 2: Batang tanaman rosella berwarna merah tua ketika sudah tua




c. Daun
Daun Rosella berbentuk menjari yakni menjari 3-5. Tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, panjang tangkai daun 5-10 cm. Warna daun hijau muda hingga hijau tua, dengan lebar daun 3-3,5 cm dan panjang daun mencapai 10-15 cm.
Daun Yute berwarna hijau muda dan letaknya berselang-seling pada ketiak. Bentuk daun yakni tunggal (unlobed), dengan lebar daun 5-10 cm dan panjangnya mencapai 10-15 cm. Dan tepi daun bergerigi.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3





Ket: Gambar 1: Bentuk daun rosella menjari tiga (semi menjari),
Gambar 2: Bentuk daun menjari lima (menjari penuh)
Gambar 3: Bentuk daun tunggal (unlobed)

d. Bunga
Bunga tanaman rosella berwarna merah dengan ujung berwarna putih, dengan merah pada pangkal dalamnya dilengkapi dengan benang sari dan putik
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3








Ket:
Gambar 1: Kuncup bunga rosella
Gambar 2: Bunga rosella ketika mekar
Gambar 3: Bunga yute



4.2 Pembahasan
Terdapat akar adventif pada rosella dan yute yang berguna dalam pengambilan udara dari atmosfer untuk proses metabolisme akar. Akar tanaman rosella dan yute ini tumbuh dengan normal, sehingga memudahkan dalam memperoleh makanan, terbukti dengan tanaman kenaf tumbuh secara optimal dan baik.
Batang yute tanaman berbentuk silindris, berwarna hijau dan sedikit berduri. Tanaman yute juga memiliki cabang-cabang yang tunmbuh secara horisontal. Tinggi batang mencapai 275 cm..
Batang tanaman rosella ini berbentuk silindris, dengan batang berwarna kemerah-merahan. Tigginya mencapai 2,5 meter, dan lilit batang mencapai 8 cm.
Daun Yute berwarna hijau muda dan letaknya berselang-seling pada ketiak. Bentuk daun yakni tunggal (unlobed), dengan lebar daun 5-10 cm dan panjangnya mencapai 10-15 cm. Dan tepi daun bergerigi.
Daun Rosella berbentuk menjari yakni menjari 3-5. Tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, panjang tangkai daun 5-10 cm. Warna daun hijau muda hingga hijau tua, dengan lebar daun 3-3,5 cm dan panjang daun mencapai 10-15 cm.
Bunga tanaman rosella berwarna merah dengan ujung berwarna putih, dengan merah pada pangkal dalamnya dilengkapi dengan benang sari dan putik
Serangan hama pada tanaman kenaf ini, disebabkan karena faktor alam. Sehingga serangan hama menjadi meledak, selain itu kondisi lingkungan yang terlalu lembab juga dapat menyebkan hama dan penyakit menyerang.








BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum budidaya tanaman serat kenaf ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanaman Rosella Var. HS1 dan Yute Var. CC10 ,dibudidayakan untuk diambil seratnya.
2. Tanaman Rosella Var. HS1 dan Yute Var. CC10, tumbuh dan berkembang secara maksimal, dengan ditunjukkan bahwa organ-organ vegetatifnya tumbuh dengan bagus.

5.2 Saran
Kami mengharapkan kepada para praktikan lain yang mengadakan pembudidayaan tanamn serat yang sama, perlu dilakukan pengamatan yang lebih menyeluruh secara lengkap. Serta dilakukan perawatan yang lebih optimal, sekaligu menjaga keseimbangan kelembaban lingkungan, agar serangan hama dan penyakit tidak berlebihan. Sehingga nantinya hasil serat yang didapatkan dapat maksimal.



















DAFTAR PUSTAKA


Angkasa, S. 2001. Nikmatnya Rosela. Jakarta: Trubus.

Hartati, R. 1996. Panduan Budidaya Rosela. Malang: Ballitas.

Hartati, R. 1996. Panduan Budidaya Yute. Malang: Ballitas.

Heliyanto, B. 1996. Kriteria pada Yute. Malang: Ballitas.

Mukani. 1996. Pengembangan Tanaman Serat Karung. Malang: Ballitas.

Sastrosupadi, A. 1994. Studi Kelayakan Usaha Tanaman Rosela. Malang: Ballitas.