Senin, 10 Mei 2010

tugas kayu manis

I. PENDAHULUAN

Cinnamomun burmanni merupakan jenis dari suku Lauraceae dan marga Cinnamomun. Sering dikenal dengan nama Cinnamomun tree. Biasanya disebut dengan padang cassia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia biasa disebut kayu manis. Warga Lauraceae seperti Cinnamomun burmanni ini merupakan penghuni daerah-daerah yang seluruhya mencakup lebih dari 1000 jenis yang terbagi dalam 50 marga. Tanaman ini juga terdapat di daerah Srilanka. Tetapi daerah Srilanka, kulit batangnya lebih tipis dari kulit batang Cinnamomun burmanni yang ada di Indonesia.
Dikenal 2 varietas, varietas pertama yang berdaun muda berwarna merah pekat dan varietas yang kedua berdaun hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, ialah tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda. Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat produksi di Sumatar Barat dan Kerinci ialah varietas pertama. Varietas kedua anya didapat dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik, tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu manis yang berpucuk hijau. Tanaman kayu manis adalah penghasil kulit kayu manis. Tanamn yang sudah dewasa ditebang untuk diambil kulitnya. Di pasar dunia, kulit kayu manis Indonesia yang telah dikeringkan dikenal dengan nama Cassia vera alias Padang kneel.
Meskipun kurang dikenal oleh masyarakat, kayu manis adalah komoditas agribisnis yang relative luas budidayanya. Total area tanaman kayu manis di Indonesia sekitar 70.000 hektar, dengan hasil berkisar 15.000 sampai dengan 20.000 ton kulit kayu manis kering per tahun. Nilai ekspornya, rata-rata per tahun berkisar antara US $20 juta sampai dengan US $25 juta.
Kayu manis biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan dan pembuatan kue, bahkan saat ini sudah menjadi bagian bahan baku dalam industri jamu dan kosmetika. Menurut pakar obat-obatan herbal, Prof. Hembing Wijayakusuma, kayu manis memiliki banyak kahasiat obat. Diantaranya, obat asam urat, tekanan darah tingi ( hipertensi ), radang lambung atau maag ( gastritis ), tidak nafsu makan, sakit kepala ( vertigo ), masuk angin, perut kembung, diare, muntah, hernia, susah buang air besar, sariawan, ashma, sakit kuning, dan lain-lain.

2.1. Morfologi

Taksonomi dari Cinnamomun burmannii yaitu :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta ( Flowering plants )
Class : Magnoliopsida ( Dicotyledons )
Order : Laurales
Family : Lauraceae
Genus : Cinnamon
Species : Cinnamomun burmannii
Cinnamomun memiliki akar tunggang dan batang yang kuat dan keras, berkayu dan bercabang. Berbentuk pohon dengan tinggi 6-12 m. Kadang pula mencapai 15 m. ranting tua gundul. Kulit dan daun kalau diremas berbau kayu manis yang kuat. Dimana semua bagian memiliki bau khas aromatik kayu manis. Daunnya merupakan daun tunggal ( kadang-kadang bertulang melengkung ) yang duduknya tersebar, kadang-kadang berhadapan, tidak mempunyai penumpu. Daun berpenulang 3 ; panjang tangkai daun 0,5 cm sampai 1,5 cm. Pada prosesnya, daun berlawanan atau berganti warnanya. Awalnya berwarna erah muda kemudian berwarna hijau mda diatas. Daunnya berbentuk bulat telur atau elips memanjang dengan ujung membulat atau tumpul meruncing, 6-15 kali 4-7 cm, seperti kulit kuat.
Bunga berada ditangkai yang panjang, lemah dan kuncupnya lembut bercabang dan duduk di ketiak dengan cabang yang berambut abu-abu. Merupakan bunga malai. Bunganya berkelamin tunggal dan taju tenda bunga biasanya 2-5 dan panjang 3-5 mm, berwarna putih kekuningan dimana dilihat dari luar terlihat berambut abuabu keperakan, sedikit membuka tetapi tidak rontok dan dalam waktu yang sangat cukupsetelah mekar akan sobek melintang. Biasanya tertanam pada tepi sumbu bunga. Bunga ini memiliki 4 ruang sari. Bunga Cinnamomun burmannii ini memiliki 12 benang sari dalam 3-4 lingkaran, biasanya tersusun dalam 4 lingkaran terdalam yang steril. Benang sari lingkaran ketiga memiliki kelenjar ditengah-tengah tangkai sari. Buah adalah buah buni, panjang lebih kurang 1 cm. Bijinya tidak memiliki endosperm, dimana lembaga memiliki daun lembaga yang besar didalamnya. Daun, dan kulit batang ( gelam ) terdapat sel-sel yang mengandung minyak atsiri. Tanaman ini termasuk dalam tanaman C3.
Kulit kayu manis padang adalah kulit batang Cinnamomun burmannii dalam perdagangan dienal dengan nama Cassia vera. Bau khas aromatic ; rasa agak manis, agak pedas dan kelat.
Makroskopik
Pototongan kulit berbentuk gelondong, agak menggulung mebujur, agak pipih atau berupa berkas yang terdiri dari tumpukan beberapa potong kulit yag tergulung membujur ; panjang sampai 1 m, tebal kulit 1 mm sampai 3 mm atau lebih. Permukaan luar yang tidak bergabus berwarna coklat sampai coklat kemerahan., yang bergabus berwarna hijau kehitaman atau coklat kehijauan,
Mikroskopik
Pada kulit yang lapisan luarnya belum dibuang akan tampak lapsan epidermis dengan kutikula berwarna kuning. Didalam sel parenkim banyak terdapat butir pati atau hablur kasium oksalat berbentuk prisma. Lapisan sklerenkim terdapat dibawah parenkim korteks, hampir tidak terputus-putus tediri dari 3 atau lebih lapisan sklerida. Floem sekunder terdiri dari jalur-jalur tangensial jaringan tipis, berseling dengan parenkim floem. Fragmen pengenal adalah sklereida dengan penebalan diniding tidak rata ; serabut persikel dan serabut floem ; butir-butir pati dan hablur kalsium oksalat bentuk prisma, lepas atau dalam parenkim dengan sel lendir atau sel minyak ; sel gabus dan serabut sklerenkim.
Jenis-jenis kayu manis lain yang penting, antara lain :
1. Di India, ditanam Cinnamomun tamala ( Buch-Ham ) T. Nees & Eberm, produknya bernama Indian Cassia.
2. Di Srilanka dihasilkan Ceylon Cinnamon dari tanaman Cinnamomun zeylanicum Blume.
3. Chinese Cinnamon dihasilkan dari tanaman Cinnamomun cassia Presl.
4. Di Jawa diikenal Cinnamomun javanicum Blume, namun tidak pernah secara masal karena hasil ulitnya tidak sebaik Cinnamomun burmannii. Selain itu di Jawa juga bisa ditemui Cinnamomun sintoc Blume ( kayu sintok ) ang biasa disuling untuk diambil minyak atsirinya.
5. Di Maluku dikenal Cinnamomun culilawan Blume, atau lazim pula disebut sebagai kulit lawang atau kayu lawang. Minyak asirinya dikenal sebagai minyak lawang.

2.2. Syarat Tumbuh
Pohon kayu manis menghendaki iklim yang basah dan banyak hujan, kurang baik pada daerah dengan musim kemarau panjang. Tanaman kayu kanis menghendaki banyak hujan, memrata sepanjang tahun dan lembab. Curah hujan yang dikehendaki adalah 2000 mm sampai 2500 mm tiap tahun tanpa ada bulan-bulan yang kering. Tipe curah hujan yang baik terdapat pada daerah Kerinci.
Tanah yang paling cocok adalah tanah yang subur,gembur, agak berpasir, dan kaya akan bahan organic. Pada tanah yang berpasir akan memberikan hasil kulit yang paling harum.
Budidaya kayu manis menuntut lahan dengan ketinggian diatas 500 m.dpl. Di tempat rendah tumbuhnya lebih cepat daripada ditempat tinggi, tetapi ditempat rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang. Di tempat tinggi pertumbuhannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal dan berkwalitas lebih baik.

III. PEMBIBITAN

Bibit kayu manis berasal dari semaian biji maupun sirung ( tunas yang berasal dari tunggul bekas potongan ). Buah biji kayu manis berukuran sedikit lebih kecil disbanding melinjo. Warna kulit buahnya hijau dan akan berubah menjadi hitam keunguan setelah masak. Biji-biji yang dipergunakan untuk bibit adalah biji yang berasal dari pohon yang tumbuh baik dan berumur lebih dari 10 tahun, tidak terlalu muda, kulit batangnya cukup tebal dan mempunyai aroma kayumanis yang keras ; biji yang jatuh dari pohon tidak dapat dipergunakan sebagai bibit. Biji yang telah cukup masak dapat disebarkan dan sesudah 5-15 hari, biasanya biji telah bertunas.
Pembiakan pohon kayu manis juga dapat dilakukan dengan cara stek, tetapi yang terbaik adalah bijinya. Untuk mendapatkan bibit kayu manis dilakukan persemaian dan untuk itu dipilih tanah yang subur dan dekat dengan air. Sebelum disemai, ubah kayu manis memerlukan fementasi untuk menghancurkan lapisan kulit dan daging buahnya. Fermentasi ini dilakukan dengan pemeraman selam satu minggu sampai kulit buahnya benar-benar hancur. Umumnya benih tidak dapat disimpan, harus disemai segera setelah panen.
Untuk meningkatkan perkecambahan, sebelum ditabur benih direndam air hangat suhu 45ºC selam 24 jam. Perkecambahan lambat dan dapat berlanjut sampai satu tahun setelah penaburan. Benih ditabur pada bedeng atau bak kecambah dengan jarak 5 cm sedalam tebal biji, pada akhir musim dingin dan awal musim panas dengan ditiup tanah halus atau pupuk kandang setebal ± 1 cm. Bedeng semai harus terbebas dari gulma dan disiram secara teratur.
Pemindahan semai ( transplanting ) ke media pembibitan dilakukan setelah semai berdaun 2 helai pada umur 1-2 bulan. Bibit tersebut dibiarkan tumbuh selama 8-12 bulan, sebelum dipindahkan ke kebun. Pemindahan dapat dilakukan jika tanaman sudah mencapai 60-80 cm. Tanaman muda dipangkas sampai tainggal 60-70 cm.
Bibit dari tunas sirung
Bibit sirung berasal dari tunas yang tumbuh pada tunggal bekas potongan batang saat kayu manis dipanen. Biasanya pemanenan kayu manis dilakukan dengan cara pemotongan batang setinggi 5 s/d 10 cm dari atas permukaan tanah. Biasanya disisakan satu tunas untuk tetap menjadi individu baru pada tunggul bekas pemotongan tersebut.

IV. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN TANAMAN

4.1. Penanaman
Di Indonesia sebelum penanaman dilakukan pengelolaan tanah dengan langkah :
a. Pembersihan lahan dari semak, belukar, dan gulma.
b. Lahan yang miring dibentuk ters menurut arah kontur.
c. Pembuatan lubang tanam dengan ukuran 75x75 cm atau minimal 50x50 cm. waktu penggalian dipisakan tanah bagian atas dan bagian bawah, pada waktu penutupan lubang bagian tanah dikembalikan seperti semula dan tanah bagian atas diberi pupuk kandang sebanyak 3 kaleng minyak tanah sebagai pupuk dasar sebelum dasar.
Jarak tanam yang baik sekitar 4x4 meter, sedangkan jarak tanam yang paling menguntungkan yaitu 3x3 meter. Penanaman bibit yang berasal dari sirung tidak jauh berbeda dengan bibit yang berasal dari biji yang ditanam degan system cabutan atau puteran. Saat tanam yang paling baik yaitu waktu musim hujan.

4.2. Pemeliharaan
Tanaman yang ditanam dengan jarak tanam rapat pada awal penanaman bertujuan :
a. Mengurangi pertumbuhan gulma
b. Membentuk tanaman yang lurus pertumbuhannya
c. Dapat berfungsi sebagai penahan erosi
Dalam waktu 3-4 tahun terbentuk hutan kayu manis yang mempunyai batang pokok lurus.
Pemeliharaan tanaman kayu manis Cassia vera yang umum dilakukan antara lain:
a. Awal pertumbuhan tanaman dilakukan penyiangan tumbuhan pengganggu.
b. Pemberian pupuk secara periodic dengan menggunakan pupuk majemuk NPK ( 17-17-17 atau 15-15-15 ).
Cara pemupukan : pupuk dimasukkan kedalam tanah minimal 20 cm dan dapat dibuat 2-4 lubang pemupukan. Saat pemupukan yang baik yaitu pada permulaan musim penghujan atau menjelang musim kemarau.
c. Pengendalian hama dan penyakit.
d. Penjarangan tanaman
Tanaman setelah mencapai umur 3 tahun dilakukan penjarangan pertama dan 2 tahun kemudian dilakukan penjarangan kedua. Penjarangan dilakukan dengan tujuan agar memperoleh mutu kulit yang baik.

V. PANEN DAN PASCA PANEN

5.1. Panen
Tanaman kayu manis mulai bisa dipanen ( sebagai penjarangan ) pada :
a. Umur 6 tahun panen pertama ( penjarangan pertama )
b. Umur 10 tahun dilakukan panen kedua ( penjarangan kedua )
c. Umur 15 tahun dilakukan pemanenan secara menyeluruh.
Diameter batang saat dilakukan pemanenan berukuran antara 30 cm sampai dengan 50 cm, tergantung dari umur tanaman, kondisi bibit saat ditanam dan tingkat kesuburan tanah.
Musim panen yang baik adalah awal musim hujan atau pada waktu daun tanaman seluruhnya berwarna hijau tua pada keadaan tersebut aliran getah antara kayu dengan kulit cukup banyak, sehingga memudahkan penupasan kulit.
Beberapa cara pemanenan :
a. Batang langsung ditebang dan dikuliti
b. Kulit dikelupas terlebih dahulu dan dibiarkan menumbuhkan khalus ( kulit ) baru, sebelum akhirnya ditebang. Cara ini lebih cepat menghasilkan tunas dibandingkan dengan cara penebangan biasa.
c. Ada pula cara panen dengan pemukulan kulit batang pohon sampai memar, lalu dibiarkan selam 2 bulan sebelum kulit dipanen. Cara ini bisa mempertebal kulit hingga volume panen bertambah.
d. Cara Vietnam, mengupas kulit batang berbentuk persegi berselang-seling seperti kotak panan catur. Setelah kotak bekas kupasan kulit pertam pulih, dilakukan pengupasan kotak berikutnya. Dengan cara ini produktifitas kulit yang dipanen lebih tinggi.
Pohon yang dikuliti, kulitnya dibersihkan dari lapisan gabus dan lumut serta kotoran lain yang menempel pada kulit pohon. Pengikisan kulit dilakukan dengan pisau, sampai terbuang lapisan kulit arid an lapisan gabusatau kulit sampai berwarna kuning kehijauan. Pengikisan sebaiknya menggunakan pisau “stainless steel” unutk mencegah “browning”.

pmw padi


PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA

PELUANG USAHA TANI PADI
VAREITAS IR 48
(Oryza Sativa L)

PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA (PMW)

Ketua : Eko Purnomo (A3207269)
Anggota : (A3207153)
(A3207264)


POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2010


HALAMAN PENGESAHAN
PROGRAM KREATIFIVITAS MAHASISWA


1. Judul Kegiatan : PELUANG USAHA TANI KEDELAI EDAMAME (Glycine max L. Merill)

2. Bidang kegiatan : Program Mahasiswa Wirausaha (PMW)

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama lengkap : Muhammad Hanaki
b. NRP/ NIM : A3207269
c. Jurusan : Produksi Pertanian
d. Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Jember

4. Angota Pelaksana Kegiatan : 2 (dua) orang

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Muqwin Asyim R.A, MP
b. NIP : 131683091

6. Biaya Kegiatan Total :
a. DIKTI : Rp. 10.000.000,-
b. Sumber lain : -

7. Jangka Waktu Pelaksanaan : Oktober-Desember 2009



Menyetujui, Ketua Pelaksana Kegiatan
Ketua Jurusan Produksi Pertanian



Ir.Suwardi, MP Muhammad Hanaki
NIP.131898336 NIM. A3207269



Pembantu Direktur Bidang Dosen Pendamping
Kemahasiswaan



Ir.Bambang Poerwanto Ir. Muqwin Asyim R.A, MP
NIP.13187716 NIP. 131683091
A. JUDUL PROGRAM
Peluang Usaha Tani Padi Vareitas Ir 48 (Oryza Sativa L)

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok, maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian dan kacang-kacangan asli Indonesia) dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah tanaman Padi (Oryza Sativa L)
Padi merupakan salah satu mata dagangan yang pasokannya di Indonesia semakin cenderung tidak dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri sendiri. Sekalipun dapat ditanam dengan cara yang paling sederhana sekalipun, produktivitas dan produksinya dalam negeri hampir tidak mungkin dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Karena padi merupkan sumber makanan pokok bagi penduduk indonesia.
Oleh karena itu, dalam dekade terakhir, untuk dapat memenuhi permintaan nasional yang cenderung terus meningkat, untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor beras dari luar negeri sdengan sekala yang tidak kecil.
Besarnya impor beras tersebut merupakan salah satu indikator betapa besar kebutuhan padi untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Kegunaan padi untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah untuk memasok kebutuhan pokok pangan nasional.
Padi yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: yaitu padi ketan dan padi biasa. Padi ketan merupakan padi yang hasilnya bijinya berbeda dengan padi biasanya digunakan sebagai bahan pangan (nasi) yaitu warnanya lebih putih dan tidak bening, jika dimasak nasinya akan lebih punal dan lengket. Padi ketan biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan jajanan atau makanan kue dan sebagai tepung.
Sedangkan padi biasa adalah padi yang sering kita jumpai yang di tanam oleh petani, padi yang bijinya sebagai bahan makanan utama penduduk indonesia yaitu nasi. Jenis ini terdapat banyak varietas yang telah dikembangkan diantaranya IR 48, IR 64, IR65, IR 4 dll. Diantara varietas tersebut varietas IR 74 merupkan varietas yang lebih memiliki keunggulan diantara varietas lainnya yaitu memiliki umur panen yang cukup cepat yaitu antara 110 - 115 hari, produksi 4,5 - 6 ton/ha, rasa nasi enak, tahan wereng coklat tipe 1 dan 2, tahan bulai, tahan wereng hijau dan virus tungro.

C. RUMUSAN MASALAH
Di Indonesia, padi merupakan tanaman yang menjadi bahan makan pokok oleh karena itu banyak pengembangan ilmu pengetahuan tentang padi untuk menciptakan padi yang unngul sebagai salah satu proses untuk memenuhi kebutuhan pangan. Karena saat ini kebutuhan akan padi lebih besar dibanding produksi padi bahkan negara akhir akhir ini juga melakukan impor beras dari luar negeri.
Padi merupakan tumbuhan serbaguna. Selain sebagai bahan makanan utama padi juga dimanfaatkan untuk yang lainnya. Setelah menjadi beras padi juga dapat diolah sebagai tepung sebagai bahan dasar pembuatan kue atau jajanan dan batang tanamannya setelah dipanen juga dapat dijadikan jerami bedengan, pakan ternak dan puouk organik.
Pemanfaatan utama padi adalah dari biji. Biji padi kaya karbohidrat dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain.
Olahan padi dapat dibuat menjadi :
1. Nasi sebagai bahan makanan sehari hari
2. Tepung terigu sebagai bahan pembuatan makanan kue dan jajanan
3. Tape




D. TUJUAN
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam berwirausaha dan dalam hal pemanfaatan peluang usaha yang ada;
2. Sebagai bekal ilmu pengetahuan, baik dalam hal teknis budidaya maupun dalam hal melakukan kerja sama dengan sebuah perusahaan.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Budidaya tanaman padi akan memberikan peluang usaha bagi para Mahasiswa yang berminat untuk berusaha tani tanaman padi;
2. Dengan adanya proyek ini, diharapkan Mahasiswa dapat meningkatkan potensi untuk menjadi wirausahawan yang mandiri, sehingga nantinya Mahasiswa mempunyai semangat untuk berwirausaha di kemudian hari.

F. KEGUNAAN PROGRAM
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman Mahasiswa dalam berwirausaha dan dalam hal pemanfaatan peluang usaha yang ada khususnya usaha tani kedelai edamame.

G. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) ini dilaksanakan pada bulan Oktober–Desember 2010 dan bertempat di lahan Politeknik Negeri Jember dengan luasan 0,5 Ha.
Prosedur Pelaksanaan :
1. Penyiapan Lahan
Waktu pengolahan lahan sebaiknya dilakukan minimal 4 minggu sebelum tanam dengan pembajakan, garu dan perataan tanah. Sebelum dolah tanah digenangi air selama 1 minggu.

2. Penanaman
Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm, penanaman dilakukan pada lahan dengan kondisi yang tidak tergenang yaitu (nyemek nyemek). Bibit ditanam 2-3 batang perlubang tanam.
3. Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah kombinasi pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik berupa pupuk kandang atu pupuk hijau. Sedangkan pupuk kimia menggunakan urea 200 kg/ha, sp18 150 – 200 kg/ha dan kcl 75-100 kg/ha. Pupuk urea diberikan 3 kali yaitu pada umur 14 HST, 30 HST dan primordia bunga. Sedangkan pupuk SP18 dan Kcl diberikan saat umur 14HST.
4. Penyiangan
Penyiangan rumput dilakukan selama kurang lebih 3-5 kali tergantung tingkat pertumbuhan gulmanya, yaitu mulai padi berumur 14HST sampai padi siap panen.
5. Pengairan
Pengairan dilakukan pada usia 3HST dengan pemberian air yang tidak terlalu banyak (nyemek nyemek), pada usia 10 HST padi digenangi setinggi 2-5 cm, 11hst sampai menjelang panen air pada petakan dibiarkan mengering sendiri 5-6 hari setelah itu diairi lagi setinggi 5 cm dan kemudian dibiarkan mengering lagi. Pada fase berbunga padi diairi terus menerus.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama hama yang menyerang tanaman padi adalah hama putih yang mengakibatkan tanaman menjadi gundul, penanggulangannya dapat dilakukan dengan pengaturan air yang baik dan hama wereng coklat yang dapat menyebabkan tanaman seperti terbakar, pengendaliannya dapat dilakukan secara kimiawi atau organik
7. Panen dan Pasca Panen
Waktu panen
Padi siap panen pada saat usia 30-40 hari setelah bunga merata jika terlambat pemanenan maka akan mengurangi produksi karena biji akan tercecer dibawah. Panen dilakukan bila mencapai minimal 80% gabah menguning dan tangkai buah sudah merunduk dengan kadar air gabah sejitar 23- 25 %. Panen dilakukan dengan cara memotong batang menggunakan sabit.
Perontokan
Perontokan dilakukan dengan cara penggeblokan atau dengan cara dores dengan mesin. Perontokan dengan mesin memiliki kelbihan yaitu bulir padi yang terpisah dari tangkainya lebih banyak dan sedikit yang tersisa pada tangkai.
Pembersihan
Pembersihan dilakukan untuk membersihkan semua benda benda yang tercampur pada gabah hasil panen. Pembersihan gabah dilakukan dengan cara ditampi atau dengan bantuan blower, agar benda yang tercampur dapat terpisahkan dari gabah.
Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur atau dengan cara mesin pengering dengan ditaruh pada tempat pengering dengan ketebalan 5-7 cm. Penjemuran dilakukan pada lantai jemur. Saat penjemuran dilakukan pembalikan gabah setiap 2 jam sekalai untuk mencegah keretakan pada bulir gabah











K. NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA

1. Ketua pelaksana kegiatan
a. Nama Lengkap : Muhammad Hanaki
b. NIM : A3207269
c. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
d. Waktu untuk kegiatan PMW : Oktober - Desember 2009

2. Anggota pelaksana
a. Nama Lengkap : Ferry Anggriawan
b. NIM : A3207153
c. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
d. Waktu untuk kegiatan PMW : Oktober - Desember 2009

3. Anggota pelaksana
a. Nama Lengkap : Mohammad Rianto
b. NIM : A3207264
c. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
d. Waktu untuk kegiatan PMW : Oktober - Desember 2009





L. BIODATA DOSEN PENDAMPING
1. Nama lengkap dan Gelar : Ir. Muqwin Asyim R. A, MP
2. Pangkat/Golongan dan NIP : Pembina IV a / 131683091
3. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
4. Jabatan Struktural : -
5. Fakultas/Program Studi : Produksi Pertanian
6. Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Jember
7. Bidang Keahlian : Tanaman Hortikultura; Palawija; Padi
8. Waktu untuk Kegiatan PMW : Oktober - Desember 2009










M. BIAYA KEGIATAN
No Uraian Kegiatan Volume Satuan Harga per satuan (Rp) Total Harga(Rp)
1. Penyewaan lahan 0,4 Ha 1000.000,- 1.000.000,-
2. Pengolahan tanah :
a. Pembajakan
b. Penggaruan
c. Perataan tanah
0,4
0,4
0,4

Ha
Ha
Ha

200.000,-
200.000,-
200.000,-
200.000,-
200.000,-
200.000,-
2. Tanam dan Pemeliharaan :
a. Penanaman
b. Pemupukan
c. Penyiangan
d. Perontokan
0,4
0,4
0,4
0,4
Ha
Kali
Kali
Hari

100.000,-
50.000,-
50.000,-
100.000,-

100.000,-
150.000,-
150.000,-
100.000,-
3. Pengairan 5 Kali 100.000,- 500.000,-
4. Panen 0,4 HKO 20.000,- 200.000,-
5. Sarana produksi habis pakai :
a. Benih
b. Pupuk :
- Urea
- SP-36
- KCl
c. Pestisida

10

200
150
100
1

Kg

Kg
Kg
Kg
Paket

10.000,-

1.300,-
1.800,-
1.800,-
100.000,-

100.000,-

260.000,-
270.000,-
180.000,-
100.000,-

Total biaya 3.708.000,-


N. LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Pustaka
http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/23/aspek-keuangan-budidaya-kedelai/

http://bengkulu.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=103&Itemid=43

http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai

http://one.indoskripsi.com/content/perbandingan-kualitas-moromi-kedelai-edamame-dan-moromi-kedelai-lokal-menggunakan-kultur-tunan/index.php?mnu=2&id=193

http://murasmanrahman.com/node/675

http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Pengusaha/Kalkulasi_Biaya/Tanaman_Pangan/kedelai.htm

http://www.deptan.go.id/teknologi/tp/tkedele4.htm

http://www.majalahtrust.com/bisnis/peluang/416.php

http://www.situshijau.co.id/tulisan.php?act=detail&id=301&id_kolom=2


Lampiran 2 : Daftar riwayat Hidup Ketua dan Anggota Pelaksana
1. Ketua pelaksana kegiatan
a. Nama Lengkap : Muhammad Hanaki
b. Alamat : Jl.Merak Curahdami RT 3/1
Bondowoso
c. NIM : A3207269
d. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
e. Waktu untuk kegiatanPMW : Oktober-Desember 2009

2. Anggota pelaksana
a. Nama Lengkap : Ferry Anggriawan
b. Alamat : Jl. R.Jantoro Jember
c. NIM : A3207153
d. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
e. Waktu untuk kegiatanPMW : Oktober-Desember 2009

3. Anggota pelaksana
a. Nama Lengkap : Mohammad.Rianto
b. Alamat : Jl.Kawaijen Sempol Bondowoso
c. NIM : A3207264
d. Program Studi/Jurusan : Produksi Tanaman Perkebunan /
Produksi Pertanian
e. Waktu untuk kegiatanPMW : Oktober-Desember 2009

Lampiran 3 : Gambaran Teknologi Yang Akan Diterapkan

Dalam budidaya kedelai edamame, prosedur teknis budidaya mengikuti POT (packet of tekhnologi) dari PT. Mitratani sebagai salah satu syarat dalam system kerjasama dengan perusahaan tersebut. Gambaran secara garis besar dapat dilihat dibawah ini :



















Lampiran 4
Analisa Usaha Tani
I. ANALISIS UNTUNG RUGI
a. Total Produksi : 1250 Kg
b. Harga Jual : Rp. 2.700,-
c. Total Pendapatan : Rp. 16.250.000,-
d. Total Biaya Produksi : Rp. 10.000.000,-
e. Keuntungan : Rp. 6.250.000,-

II. ANALISIS TITIK IMPAS (BEP)
a. BEP Produksi
= Total Biaya Usaha Tani
Harga Penjualan


= Rp. 10.000.000
Rp. 6.500


= 1.538 kg

Artinya titik impas atau BEP produksi akan didapat apabila dalam usaha tani budidaya kedelai edamame jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 1.538 kg polong kedelai.

b. BEP Harga Produksi
= Total Biaya Usaha Tani
Total Produksi


= Rp. 10.000.000
2.500


= Rp. 4.000,-
Artinya titik impas harga produksi akan didapat apabila dalam usaha budidaya kedelai edamame harga per kg polong kedelai sebesar Rp 4.000,-


III. ANALISIS KELAYAKAN USAHA TANI (B/C RATIO)

B/C RATIO = Pendapatan Usaha Tani
Biaya Usaha Tani


= Rp. 16.250.000
Rp. 10.000.000


= 1,625

Artinya dari setiap pengeluaran Rp. 1,- maka diperoleh keuntungan sebesar Rp 1,625




contok proposAL PENElitian aplikasi trichoderma sp pada pembibitan tembakau kasturi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tembakau memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional baik dari aspek penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan Negara, pendapatan petani maupun sektor jasa lainnya. Tembakau dan industri hasil tembakau dalam perekonomian nasional mampu berperan menyediakan lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung bagi 6,4 juta orang, meliputi 2,3 juta petani tembakau, 1,9 juta petani cengkeh,199.000 pekerja pabrik rokok, sekitar 1,15 juta pedagang eceran dan asongan, 900.000 orang yang bekerja pada sektor lembaga keuangan, percetakan dan transportasi (Rachman, 2003).
Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian andalan yang dapat memberikan kesempatan kerja yang luas dan memberikan penghasilan bagi masyarakat pada setiap rantai agribisnisnya. Selain itu, tembakau menunjang pembangunan nasional berupa pajak dan devisa Negara (Cahyono, B, 2005).
Untuk meningkatkan pendapatan petani tembakau sekaligus meningkatkan ekspor, pemerintah telah menganjurkan kepada petani tembakau untuk melaksanakan intensifikasi. Dalam pelaksanaan intensifikasi ini agar petani tembakau berhasil maka perlu diatur langkah-langkahnya. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan intensifikasi adalah masalah proteksi tanaman atu perlindungan tanaman dari penyakit sejak dini.
Pada tanaman tembakau, masalah proteksi sangat penting sekali khusunya saat pembibitan. Hama dan penyakit cukup banyak dan perlu penanganan yang sungguh-sungguh. Dalam hal pengendalian hama sampai saat ini boleh dikatakan dapat diatasi, namun dalam hal penyakit, masih saja mengalami banyak kesulitan. Tidak jarang gagalnya produksi tembakau disebabkan oleh serangan penyakit, seperti yang disebabkan oleh cendawan, bakteri, dan virus. Dalam menghadapi penyakit pada pembibitan tembakau yang penting disini adalah bukan tindakan pemberantasan, namun tindakan pencegahan. Tindakan pemberantasan sampai saat ini hampir tidak pernah berhasil (Sudarmo, S. 1992).
Tanaman tembakau dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu tembaku Na Oogst dan Voor Oogst. Tembakau Na Oogst adalah tembakau yang ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen pada musim hujan, tembakau Voor Oogst adalah tembakau yang ditanam awal musi kemarau dan dipanen pada musim kemarau. Salah satu tembakau Voor ogst adalah tembakau besuki, tembakua jember atau lebih dikenal dengan tembakau kasturi.
Segala jenis tembakau diharapkan memiliki kualitas dan kuantitas yang sangat tinggi untuk memenuhi permintaan para konsumen baik yang berasal dari dalam atau luiar negeri. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tembakau adalah perlindungan tanaman tembakau dari serangan penyakit. Biaya untuk mendapatkan fungisida saat ini harganya cukup besar dan sering kali fungisida yang digunakan berasal dari bahan kimia yang dalam penggunaannya bersifat tidak ramah lingkungan dan dapat mengurangi mutu hasil panen.
Sistem pengendalian penyakit yang menjadi jalan keluar terbaik saat ini yaitu dengan sistem pengendalian ramah lingkungan yaitu sistem pengendalian yang memperhatikan kondisi lingkungan ekosistem, misalnya dengan pestisida organik atau dengan cara musuh alami. Adapun cara yang dapat kita lakukan yaitu dengan memanfaatkan agen hayati salah satunya Trichoderma sp sebagai musuh alami.
Agen hayati mencakup pengertian mahluk hidup yang dimanfaatkan sebagai agen pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami serangga hama, penyakit dan tumbuhan pengganggu untuk mengurangi kepadatan populasi (Mangndihardjo, 1975; Speight et al.,1999). Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didefinisikan sebagai pengaturan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian (De Bach, 1997, dalam Oka, 1998).
Pemanfaatan Trichoderma sp. diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman tembakau khususnya dalam hal pengendalian penyakit yang sering menyerang tanaman tembakau sehingga selain didapatkan hasil produksi yang optimal kita juga mampu menerapkan sistem budidaya yang ramah lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah
Pada tanaman tembakau, masalah proteksi atau perlindungan dari penyakit sangat penting. Hama dan penyakit cukup banyak dan perlu penanganan yang sungguh-sungguh. Dalam hal pengendalian hama sampai saat ini boleh dikatakan dapat diatasi, namun dalam hal penyakit, masih saja mengalami banyak kesulitan. Tidak jarang gagalnya pembibitan tembakau disebabkan oleh serangan penyakit, seperti yang disebabkan oleh cendawan, bakteri, dan virus. Dalam menghadapi penyakit pada pembibian tembakau yang penting disini adalah bukan tindakan pemberantasan, namun tindakan pencegahan pencegahan sejak dini atau sejak usia pembibitan. Tindakan pemberantasan penyakit sampai saat ini hampir tidak pernah berhasil (Sudarmo, S. 1992).
Hingga saat ini, baik petani maupun perusahaan yang melakukan pembibitan tanaman tembakau dalam pengendalian penyakit masih banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia sebagai bahan utama untuk mengendalikan penyakit yang menyerang pembibitan tembakau. Oleh karena itu, masih butuh penelitian sampai manakah kemampuan agen hayati (Trichoderma sp.) sebagai pengendali penyakit yang sering menyerang pada pembibitan tanaman tembakau sehingga nantinya kita mampu menerapkan sistem pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan dari segi biaya pun lebih murah dibandingkan pengendalian yang menggunakan bahan-bahan kimia.

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Mengetahui sampai manakah Trichoderma sp. mampu mengendalikan intensitas serangan penyakit pada pembibitan tanaman tembakau.
2. Mengetahui perbandingan penggunaan agen hayati (Trichoderma sp.) dibandingkan menggunakan fungisida sintetik atau kimia.
3. Trichoderma sp. manakah yang paling efektif sebagai pengendali serangan penyakit pada tanaman tembakau.
4. Mengetahui seberapa kuat trichoderrma dalam mencegah cendawan rhizoctonia solani yang menyerang pebibitan tembakau kasturi
1.3.2 Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai pengatahuan baru dalam berbudidaya tanaman tembakau khususnya dalam pengendalian penyakit pada saat pembibitan yang sering menyerang sehingga dihasilkan bibit yang sehat dan menghasilkan tanaman dengan produktivitas yang optimal dan lebih murah serta ramah lingkungan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tembakau
Menurut musimnya, tembakau di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tembakau Voor-Oogst (VO) dan tembakau Na-Oogst (NO). Tembakau VO ditanam pada akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Sedang tembakau VO ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen pada musim hujan (Cahyono, 1990).
Tanaman tembakau dapat tumbuh optimal pada daerah dengan ketinggian kurang dari 700 m diatas permukaan laut dengan temperatur lebih dari 22o C dan curah hujan rata-rata 2000mm/tahun. Sedang tembakau pada dataran tinggi sangat baik bila ditanam didaerah dengan curah hujan rata-rata 1500 – 3500 mm/tahun (Cahyono, 1990).
Tembakau banyak memiliki varietas, namun yang banyak dibudidayakan adalah dari induk Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Sekarang ini Nicotiana tabacum merupakan jenis tembakau yang banyak dibudidayakan yang merupakan tembakau asli dari India Barat, sebagian Amerika Tengah dan Ameriaka Selatan. Meskipun aslinya tanaman tembakau adalah tanaman tropis namun tembakau ini cocok dibudiyakan baik didaerah sub tropis atau didaerah beriklim sedang.
Tembakau adalah jenis tanaman semusim dan dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae
Marga : Nicotiana
Jenis : Nicotiana tabacum

2.2 Penyakit Pada Pembibitan
Penyakit yang sering menyerang pada pembibitan tembakau adalah Penyakit hangus batang atau damping off merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh cendawan rhizoctonia solani. Meskipun jenis penyakit ini tidak begitu meluas namun memiliki gejala yang sangat nampak yaitu gejala serangannya sama dengan yang disebakan oleh cendawan phytium dan phytohthora. tanda tanda serangannya adalah menyebabkan bibit terserang layu, karena terdapat gelang gelang yang berwarna hitam, tepat pada batang permukaan tanah. Mula mula daun layu dan berwarna kuning, bila dibelah batang yang terserang terlihat kering dan berwarna kecoklatan dan di dalamnyaditumbuhi cendawan.
Penyakit hangus batang yang disebabkan oleh cendawan rhizoctonia solani pada pembibitan ini tidak tidak begitu meluas. Untuk mengatasi atau mencegah serangan ini dapat dilakukan beberapa macam cara, baik secara kimiawi atau dengan memanfaatkan agen hayati atau musuh alaminya.

2.3 Pengendalian Secara Hayati
Pengendalian hayati adalah teknik pengendalian OPT dengan melibatkan peranan musuh alami dari OPT tersebut. Agen hayati mencakup pengertian mahluk hidup yang dimanfaatkan sebagai agen pengendali Organisme Pengganggu Tanaman. Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didefinisikan sebagai pengaturan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian (De Bach, 1997, dalam Oka, 1998).
Pengendalian secara hayati adalah kerja dari beberapa faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah dari pada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Stern et al., 1959).

Pengendalian hayati memanfaatkan spesies-spesies mahluk hidup tertentu untuk mengendalikan hama penyakit tanaman. Pemanfaatan ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara dua spesies mahluk hidup atas keuntungan yang satu memangsa atau sebagai parasit dan lainnya dirugikan karena dimakan atau meningkatkan efisiensi dan aktivitas musuh alami sehingga peranannya semakin nyata. Penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi musuh alami, oleh sebab itu mengurangi penggunaan pestisida dapat membantu melindungi musuh alami (De Bach, 1997, dalam Oka, 1998).
Potensi musuh alami akhir- akhir ini sudah banyak dikembangkan, artinya pengendalian OPT sudah banyak memanfaatkan peran musuh alami, seperti predator, parasitoid, patogen serangga dan agens antagonis.
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Agen Hayati
1. Kelebihan agen hayati, antara lain :
a. Selektifitasnya tinggi dan tidak dapat menimbulkan ledakan hama baru dan resurgensi hama.
b. Faktor pengendali (agen) yang digunakan tersedia di lapang.
c. Agen hayati (parasitoid dan predator) dapat mencari sendiri inang atau mangsanya.
d. Agen hayati (parasitoid dan predator, patogen) dapat berkembang biak dan menyebar.
e. Tidak menimbulkan resistensi terhadap serangga inang atau mangsa ataupun kalau terjadi sangat lambat.
f. Pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya karena sifat agens hayati tersebut.
g. Tidak ada pengaruh samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida
h. Pengendalian hayati relatif murah.
2. Kelemahan agen hayati, antara lain :
a. Pengendalian terhadap OPT berjalan lambat.
b. Hasilnya tidak dapat diramalkan
c. Sukar untuk pengembangan dan penggunaannya
d. Dalam pelaksanaannya pengendalian hayati memerlukan pengawasan pakar dalam bidangnya.
e. Dalam mengembangkan pengendalian hayati harus selalu dikawal atau dimonitor.

2.4 Bioekologi Trichoderma sp
Trichoderma sp. masuk dalam kelas Euascomycetes dan family Hypocreaceae. Konidiofor hyaline, bercabang dan pyramidal. Konidia (dengan diameter rata – rata 3 µm) berbentuk sel tunggal dan bulat permukaannya halus dan kasar (Smith, et al, 1990).
Agen antagonis patogen tumbuhan yang telah banyak dikembangkan adalah cendawan Trichodema sp. Klasifikasi cendawan Trichoderma sp. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Subdivisi : Pezizomycotiana
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Hypocreaceae
Genus : Trichoderma
Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichorderma hamatum dan Trichorderma polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride.
Trichoderma sp. umumnya penghuni tanah, khususnya pada tanah organik. Cendawan ini dapat hidup sebagai saprofitik atau parasitik terhadap cendawan lain, bersifat antagonistik dan banyak digunakan sebagai pengendalian biologi (Sundheim dan Tromsno, 1988). Trichoderma sp. juga ditemukan pada permukaan akar bermacam-macam tumbuhan, pada kulit kayu yang busuk, terutama kayu busuk yang terserang cendawan dan pada sklerotia atau propagul lain dari cendawan lain. Cendawan Trichoderma sp. dapat hidup pada beberapa macam kondisi lingkungan. Trichoderma hamatum dan Trichoderma pseudokoningii dapat berdaptasi pada kondisi kelembaban tanah yang sangat tinggi. Trichoderma viride dan Trichoderma polysporum terbatas pada daerah yang mempunyai suhu rendah. Trichorderma harzianum sangat umum ditemukan di daerah yang beiklim panas, sedangkan Trichorderma hamatum dan Trichorderma koningii tersebar luas pada kondisi iklim yang bermacam–macam. Kondisi kering dalam waktu yang lama mengakibatkan populasi Trichorderma spp. menurun (Rifai, 1969, dalam Sri Sukamto dkk, 1994).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Trichorderma harzianum adalah 15-310 C, tetapi pertumbuhan terbaik rata-rata pada suhu 300 C dan untuk suhu maksimum 300–360 C. Sedang suhu optimum untuk pertumbuhan Trichorderma koningii adalah 260 C. Pertumbuhan normal untuk cendawan Trichorderma harzianum pada pH 3,7-4,7 sedangkan Trichorderma koningii pertumbuhan optimumnya pada pH 3,7-6,0 (Domsch et al., 1980, dalam Sri Sukamto dkk, 1994).

2.5 Mekanisme Antagonis Cendawan Trichoderma sp.
Trichoderma sp. dapat bersifat antagonis terhadap banyak cendawan karena mempunyai banyak cara untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain. Ada tiga mekanisme antagonis cendawan Trichoderma harzianum terhadap patogen tular tanah yaitu sebagai kompetitor baik ruang maupun nutrisi, antibiosis yaitu mengeluarkan ethanol yang bersifat racun bagi patogen dan sebagai mikro parasit (Sudantha, 1995, dalam Sri Sukamto dkk, 1994).
Trichoderma koningii dan Trichoderma viride dapat menghambat secara nyata terhadap cendawan Fusairum annosus dan Rhizocthonia solani dengan antibiotika menguap yang dihasilkannya. Disamping itu Trichoderma koningii dan Trichoderma viride juga dapat menggulung Fusarium annosus dan Rhizocthonia solani. Trichoderma koningii dapat mempengarui Phytophthora Palmivora cendawan penyebab panyakit busuk buah kakao dengan perubahan warna menjadi kuning. Diduga hal ini karena adanya antibiotika yang dikeluarkan oleh Trichoderma koningii tersebut. cendawan antagonis yang lain seperti Trichoderma pseudokoningii dan Trichoderma aureoviride berdasarkan pengamatan menandakan kontak langsung secara fisik dengan Phytophthora Palmivora (Dennis dan Webster, 1971, dalam Sri Sukamto dkk, 1994).

2.6 Hipotesa
1. Aplikasi Trichorderma sp Pada pembibitan tanaman tembakau dapat menekan laju serangan penyakit hangus batang
2. Perlakuan Trichoderma sp mempengaruhi kualitas bibit tanaman tembakau


BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Topik Perorangan (TP) ini dilakukan pada bulan juli sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat pelaksanaan di lahan percobaan Politeknik Negeri Jember dengan ketinggian ± 89 m dpl.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah cangkul, timba, gembor, koret, knap sack, linggis, spayer, gergaji, parang, gergaji potong, corongan, kotak potong, bak plastik, ayakan 0,5 cm, bak plastik.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih tembakau kasturi, tanah top soil, pupuk kandang, pasir, plastik roll, plastik,
decis, pupuk (Urea, ZA, dan SP-18), Trichoderma harzianum (NASA), manzet, dithane.

3.3 Perlakuan
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK), yaitu dengan 4 perlakuan, diantaranya aplikasi Trichorderma harzianum dari NASA, Puslit dan perlakuan menggunakan pestisida sintetik atau kimia serta satu kontrol.
Masing-masing perlakuan menggunakan lima kali ulangan sehingga terdapat lima plot dengan beberapa macam perlakuan yang telah ditentukan.






3.4 Metode Pelaksanaan
3.4.1 Persiapan Lahan
Persiapan lahan dalam hal ini yaitu mempersiapkan lahan yang akan dibuat sebagai bedengan. Dalam hal ini bedengan dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu bedengan secara konvensional sebagai penyebaran benih dan bedengan sistem polibag yaitu bedegan yang digunakan untuk menaruh bibit polibag setelah tranplanting.
Cara pengolahan tanah untuk bedengan ada beberapa cara berdasarkan jenis bedengannya. Untuk bedengan sebar diolah sampai 4 kali selama satu minggu bertujuan untuk menghancurkan tanah, selanjutnya dibuat dengan ketinggian 30 cm. untuk bedengan sistem polibag 1-2 kali. Posisi bedengan dibuat tidak rata tapi miring yaitu sebelah barat atau belakang tingginya 30 cm, dan sebelah timur atau depan tingginya 20 cm. Pada saat inilah cendawan Rhizoctonia solani di sebarkan atau diaplikasikan sebagai ssalah satu perlakuan pada topik perorangan ini.
3.4.2 Pembuatan Bedengan
a. Pemilihan lokasi
• Lokasi dipilih di daerah yang rata dan tidak tertutup sehingga tida terlindungi dari sinar matahari
• Dekat dengan sumber air
• Bebas dari tanaman inang sumber penyakit
b. Pemasangan Kerangka Bedengan
Pemasangan atap atau penutup bertujuan untuk melindungi bibit dari panas sinar matahari dan menjaga kelembaban bedengan.atap bedengan dibedakan menjadi dua yaitu untuk konvensional atau sebar menggunakan plastik blabat dan untuk bibit polibag menggunakan waring plastik waring.



3.4.3 Pembuatan Media Pembibitan Polibag
a. Sterilisasi media
Yaitu mensterilkan media untuk pembuatan polibag yaitu pasir, tanah dan pupuk kandang dengan alat sterilisasi selama 3 jam dengan suhu 1000 C
b. Pengisian, Pemotongan dan Pengaturan Polibag
sebelum diisikan ke dalam kantong plastik untuk di buat sosis media yang steril di beri cendawan rhizoctonia solani yaitu sebagai salah satu perlakuan pada topik perorangan ini, plastik yang digunakan utuk pembuatan sosis berukuran lebar 6 cm dan diameter 5 cm dengan ketebalan 0,02 cm. Plastik dipotong dengan ukuran panjang 110 cm ujungnya diikat. Media dimasukkan kedalam plastik dengan bantuan corong. Setelah diisi sosis diletakkan di tempat yang lembab kurang lebih selama 1 – 2 hari. Setalah itu dilakukan pemotongan, pemotongan dilakukan dengan cara meletakkan sosis pada kotak potong, pemotongan dilakukan dengan menggunakan gergaji secara hati hati agar tidak rusak, pemotongan dilakukan dengan panjang 5 cm. Setelah dipotong sosis ditata pada bak plastik untuk kemudian dipindahkan ke bedengan dan ditata dengan rapi.

3.4.4 Sebar Benih Konvensional dan Pemupukan Dasar
a. Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan untuk mendapatkan bibit yang baik, pemupukan dasar ii dilakukan 2 hari sebelum benih disebarkan. Pemberian pupuk dasar ini bersamaan dengan pemberian racun semut dan aplikasi tricodherma sp sebagai agen hayati yang diterapkan pada topik perorangan Sebar Benih
b. Sebar benih dilakukan setelah benih dilakukan pemeraman selam 2-3 hari sampai benih kelihatan pecah, penyebaran dilakukan dengan gembor yang memiliki lubang semprong agak besar.
b. Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan untuk mendapatkan bibit yang baik, pemupukan dasar ii dilakukan 2 hari sebelum benih disebarkan. Pemberian pupuk dasar ini bersamaan dengan pemberian racun semut dan aplikasi tricodherma sp sebagai agen hayati yang diterapkan pada topik perorangan ini. Adapun pupuk dasar yang dibutuhkan antara lain 200 gr SP18/m2 dan 20 gr ZA/m2

3.4.5 Transplanting Bibit
Transplanting bibit yaitu pemindahan bibit dari bedeng konvensional ke media polibag. Tranplantik dilakukan pada saat bibit berusia 2 minggu atau 14 hari. 2 hari sebelum tranplanting, polibag diberi atau ditaburi trichoderma sebagai agen hayati yang diterapkan pada topik perorangan ini
3.4.6 Pemeliharaan
a. Penyiraman
dilakukan setiap hari secara intensif dan diusahan bibit tidak mengalami kekeringan
b. Perlindungan Penyakit
Perlindungan penyakit dilakukan sejak bibit berusia 25 hari sampai bibit siap tanam atau sekitar usia 35 – 40 hari. Pada perlindungan penyakit ini diberikan perlakuan yaitu dengan pemberian pestisida, cendawan Trichoderma dan kontrol yaitu tanpa pemberian perlindungan

3.5 Parameter
3.5.1
Dalam Topik Perorangan ini parameter yang akan diamatai meliputi :
a. Intensitas serangan penyakit pada tiap perlakuan, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang penyakit dari beberapa sample tanaman yang telah ditentukan.
b. Dan parameter agronomi yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, serta panjang dan lebar daun (daun ke 3, 5, dan 10).

3.6 Jadual Pelaksanaan
No Kegiatan Hari ke Keterangan
1 Persiapan Lahan 1 Persiapan lahan dilakukan dalam 1 minggu yaitu untuk menggemburkan tanah pada bedeng konvensional
2 Pembuatan Bedengan
Pemilihan lokasi
Pemasangan Kerangka Bedengan

8
8
Yaitu memilih lokasi yang tepat
Pemasangan kerangka yaitu membuat atap bedengan
3 Pembuatan Media Pembibitan Polibag
Sterilisasi media

Pengisian sosis

Pemotongan sosis dan Pengaturan Polibag
15

16

18

1
Mensterilkan media agar diapstikan tidak terdapat cendawan atau bakteri
Yaitu pengisian tanah pada plastik

Pemotongan lonjoran sosis menjadi batangan kecil berukuran 5 cm dan ditata pada bedengan
4 Pemeraman benih

Sebar Benih
12

14 Pemeraman benih untuk sampai benih pecah
Menyebar benih setelah dilakukan pemeraman
5 Pemupukan Dasar 14 Dilakukan sebelum benih disebar
6 Transplanting Bibit 28 Dilakukan setelah bibit berumur 14 hari setelah sebar
7 Pemeliharaan
Penyiraman


Perlindungan Penyakit




------
Penyiraman dilakukan secara intensisf baik sejak bibit masih dalam bedengan konvensional maupun dalam polibag
Dilakukan setelah bibit tranplanting ke polibag, bersamaan dengan perlakuan TP

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, bambang.1998. Tembakau Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.Yogyakarta: Kanisius.

Cholyubi, Y, Hari Rujtnodan Siti Humaida. 1990. Menejemen Usaha Tani. Jember : Politeknik Pertanian Universitas Jember.

Dinas Perkebunan Kabupaten Jember. 2004. Panduan Budidaya dan Pengolahn Hasil Tembakau Kasturi Di Kabupaten Jember. Jember: Dinas Perkebunan Jember.


Robert, D.W. 1981. Toxins of Entomopathogenic Jamur dalam H.D Burges (Ed.) Microbial Control of Pest and Plant Diseases. Academic Press Inc. New York. 949 p.

Sasongko Sigid. 2008. Respon Tembakau Rendah NIkotin. http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=opini.11. diakses tanggal 21 November 2008.

Sudarmo, S. 1990. PESTISIDA. Yogyakarta: Kanisius.

Sudarmo, S. 1992. Tembakau Pengendalian Hama dan penyakit. Yogyakarta: Kanisius.

Soeroso, B., Y.H. Agus dan K. Astuti. 1993. Pengaruh Insektisida Klorpirifos, Jamursida Benomyl dan Jamur Beauveria bassiana Terhadap Tingkat Kerusakan, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai Varietas Wilis.Makalah Simposium Patologi Serangga. PEI Cabang Yogyakarta. Yogyakarta. 8 p.

Sulistyowati, E. Dan Y.D. Junianto. 2000. Produksi dan Aplikasi Agens Pengendali Hayati Hama Utama Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia. Jember. 26 p.

LAY OUT PENELITIAN


Blok I Blok II Blok III Blok IV

T1 KO K T2

K T2 T1 KO

T2 T1 KO T1

KO K T2 K


Keterangan :
T1 : Trichorderma sp. (Puslit)
T2 : Trichorderma sp. (NASA)
K : Sintetik
KO : Kontrol